Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

CERKAK PENGHUNI GUA ANGKER

 

PENGHUNI GUA ANGKERNegeri yang terdiri dari gugusan pulau ini bukan hanya kaya dengan keindahan alamnya, tapi lebih dari itu, Indonesia menjadi tempat bagi kita untuk hidup rukun dan damai.

Negeri ini sangat menjunjung tinggi toleransi antar suku dan agama, tapi negeri kita ini tidak semata-mata berdiri begitu saja. Banyak sekali kejadian-kejadian pedih di masa lalu yang dialami oleh negeri kita.

Mulai penjajahan Kolonial Belanda yang terkenal dengan eksploitasi hasil bumi yang begitu masif, dilanjutkan dengan penjajahan Kolonial Jepang yang terkenal dengan sistem Romusa atau kerja paksa yang menelan banyak sekali korban jiwa.

Setelah merdeka pun, bangsa kita masih dilanda ujian. Aksi pemberontakan PKI tahun 1965 benar-benar menggemparkan bangsa kita kalau itu.

****

Bandi.

Pada masa penumpasan PKI di Indonesia, ternyata ada kisah menarik tentang salah satu anggota PKI yang susah sekali dibunuh.

Dia punya ilmu hitam yang membuatnya kebal dari peluru dan senjata tajam.

PKI adalah sebuah partai politik di Indonesia yang telah bubar.

PKI adalah Partai Komunis non penguasa terbesar di dunia setelah Uni Soviet dan Tiongkok yang pada akhirnya dihancurkan pada tahun 1965 dan dinyatakan sebagai partai terlarang

Di antara para pengikut PKI, ada seorang pengikut yang bernama Bandi, 49 tahun.

Bandi adalah seorang petani. Sehari-harinya ia mengurus sawah atau sesekali mengarit rumput untuk ternak peliharaannya.

Istri Bandi juga seorang petani, dia suka membantu suaminya di sawah.

Bandi hanya punya satu anak perempuan dan anaknya itu sudah menikah dua tahun lalu.

Anaknya sekarang tinggal bersama suaminya di kabupaten lain, jadi Bandi sekarang hanya tinggal berdua bersama istrinya di sebuah rumah gubuk.

****

Penumpasan para pengikut PKI.

Kala itu PKI sedang jadi idaman rakyat kecil, karena PKI melancarkan program amal rakyat demi memikat rakyat kelas bawah. Program amal rakyat ini merupakan kegiatan sosial.

PKI membangun fasilitas umum seperti Jalan, Sekolah, selokan, dan Pemakaman.

Desanya Bandi merupakan salah satu target PKI untuk melancarkan program amal rakyat.

Bandi menyaksikan sendiri bagaimana para pengikut Partai PKI itu membangun desanya. Atas dasar itulah, Bandi tertarik menjadi bagian dari PKI.

Istrinya Bandi yang bernama Marsiyah, dan tidak melarang suaminya untuk menjadi bagian dari PKI.

Sejak saat itu, kegiatan Bandi pun bertambah, selain bertani Bandi ikut secara aktif dalam kegiatan-kegiatan PKI. Seiring berjalannya waktu, Bandi menjadi pengikut PKI garis keras. Bandi benar-benar mencintai Partai Komunis itu.

Akan tetapi tak lama setelah itu, tepatnya di tahun 1965, pemerintah menyatakan PKI sebagai partai terlarang, dan pembersihan pun dilakukan secara masif.

****

Bandi yang kebal terhadap peluru.

Para pemimpin militer yang diduga simpatisan PKI dicopot dari jabatannya. Para pemimpin PKI segera ditangkap, bahkan beberapa orang dibunuh saat penangkapan.

pembersihan mulai meluas ke Jawa Tengah, Jawa Timur, juga Bali.

Bandi yang saat itu menjadi simpatisan PKI memilih kabur ke hutan untuk menghindar dari penangkapan, tapi nasib naas menimpanya.

Walaupun Bandi sudah kabur, tetap ditangkap dan dibawa ke Gunung Kidul untuk dieksekusi. Bukan hanya Bandi saja yang ditangkap, tapi para simpatisan PKI lainnya juga ikut ditangkap.

Mereka dibunuh satu per satu, lalu mayatnya dibuang ke dalam sebuah gua tegak yang mirip dengan sumur.

Tiba giliran Bandi yang dieksekusi, namun anehnya peluru itu tidak mampu menembus kulit Bandi.

Semua orang yang ada di sana semua terheran-heran melihat kesaktian Bandi, karena tidak mempan oleh peluru.

Bandi pun dieksekusi dengan menggunakan benda tajam, tapi tetap saja kulitnya kebal. Benda tajam pun tidak sanggup melukai Bandi. Mereka tidak tahu kalau Bandi ternyata memakai susuk kekebalan.

Konon untuk menguasai susuk itu, Bandi pernah menelan lima butir gabah dan sebutir peluru kecil. Bandi melakukan pertapaan selama beberapa hari lalu berhasil menguasai susu kekebalan dan benda apa pun tidak akan mampu melukai tubuhnya.

Karena Bandi sulit sekali dibunuh, maka kedua kaki dan tangannya pun diborgol.

Bandi dimasukkan ke dalam karung goni, lalu diikat dengan erat, hanya kepalanya saja yang tampak menonjol dari dalam karung.

Dalam situasi seperti itu, sangat mustahil bagi Bandi untuk lepas dari borgol. Kepalanya juga ditutup dengan kain hitam lalu lehernya diikat dengan tali.

Kemudian Bandi dilempar ke dalam gua dan tidak mungkin Bandi bisa menggapai permukaannya karena memang gua tersebut sangat dalam.

Bandi akan dibiarkan kelaparan di dalam gua sampai mati!

****

Di kaki Gunung Kidul, ada seorang pemuda bernama Wasis, berprofesi sebagai pemburu sarang walet. Wasis biasa mencari sarang walet di Gunung Kidul

Pada suatu hari Wasis didatangi oleh dua orang tentara dan ditawari sebuah pekerjaan yaitu mencari jasad simpatisan PKI di Gunung Kidul. Mereka ingin memastikan kalau si Bandi dan para simpatisan PKI lainnya benar-benar sudah tewas.

Sebenarnya Wasis ragu menerima pekerjaan itu, tapi dia tetap mengiyakannya.

Lalu mereka menuju ke sebuah gua yang dulu pernah digunakan untuk membantai para simpatisan PKI.

****

Setelah tragedi itu, kini menyisakan gua yang terbilang cukup angker dan tidak ada yang berani masuk ke dalam gua itu. Selain angker gua itu juga cukup berbahaya karena kedalamannya.

Setelah Wasis sepakat dengan pembayaran yang akan diterimanya, maka keesokan paginya sekitar jam 03.00 dini hari ketiganya menuju gua.

Hari yang ditentukan tiba. saat itu hari masih sangat gelap, Wasis sudah dijemput oleh dua tentara itu.

Entah kenapa para tentara itu memilih berangkat pagi-pagi sekali, mungkin agar operasi pencarian ini tidak diketahui oleh warga lain, pikir Wasis.

Mereka bertiga pun berangkat dari rumahnya Wasis menuju gua.

Jalanan saat itu becek, karena tadi malam sempat ada hujan. Wasis dan kedua orang tentara sempat terpeleset berkali-kali.

Tak lama kemudian mereka pun tiba di gua.  Salah seorang tentara segera mengeluarkan sebuah tali dari dalam tasnya. Kedua tentara melingkarkan tali itu ke badannya Wasis.

“Nanti pelan-pelan kami akan menurunkanmu dengan tali Ini,” kata salah satu tentara.

Sebenarnya Wasis takut masuk ke dalam gua itu, namun setelah tubuh Wasis diikat  dia pun mulai menuruni gua tersebut dengan dibekali sebuah senter.

Seorang tentara melingkarkan tali itu ke batang pohon lalu mengulurnya pelan-pelan.

Tubuh Wasis yang kurus kerempeng memudahkan tentara menahan tali tersebut.

Sementara itu, tentara yang satu lagi mengontrol Wasis dari mulut gua.

“Komandan! teriak Wasis dari dalam gua.

Wasis belum sampai ke dasar, baru setengah jalan.

“Ada apa!” tanya tentara yang berjaga di mulut gua.

“Ada perempuan!” jawab Wasis suaranya menggema di dalam gua.

Mendengar Wasis berteriak begitu, kedua tentara itu saling tatap mereka bingung kenapa ada perempuan di dalam gua.

“Masih hidup atau sudah mati!” tanya tentara itu dari mulut gua.

“Masih hidup, Komandan! Dia memperhatikanku!” jawab Wasis dari dalam gua.

“Lanjutkan saja! Jangan dihiraukan!” kata tentara itu.

Kedua tentara itu sadar kalau perempuan yang lagi dilihat oleh Wasis pastilah makhluk halus, karena tidak mungkin ada perempuan di dalam gua.

Akhirnya Wasis pun memberanikan diri untuk tetap turun ke dasar.

Wasis melihat sosok perempuan yang duduk di atas batu dengan terus memandanginya. Perempuan itu berwajah pucat dan mengenakan pakaian layaknya sinden.

Wasis berusaha sebisa mungkin untuk tidak menoleh pada perempuan misterius itu.

Saat itu juga, dengan hati-hati Wasis pun mulai menelusuri gua, dan tidak lama kemudian akhirnya dia menemukan bekas karung yang sudah memudar.

Di dekat karung goni itu tergeletak sebuah tengkorak manusia. Tanpa jijik, Wasis menyentuh tengkorak itu dan berusaha mencari bagian tulang lainnya, namun  tidak ada. Wasis hanya menemukan tengkoraknya saja.

“Komandan, saya menemukan tengkorak dan bekas karung goni!” teriak Wasis dari dalam dasar gua.

“Baik! Tunggu sebentar!” kata tentara itu dari mulut gua.

Kemudian Wasis melihat sebuah karung yang diturunkan perlahan menggunakan tali.

“Wasis, kau masukkan barang yang kau temukan ke dalam karung itu! Lalu ikat kembali dengan erat! Nanti aku akan tarik karung itu ke permukaan!” kata si tentara.

“Baik, Komandan!” jawab Wasis. Suaranya menggema di dalam gua.

Wasis pun menuruti perintah tentara itu. Dia memasukkan tengkorak dan bekas karung goni, lalu mengikatnya dengan sangat erat.

“Sudah, Komandan!” teriak Wasis.

Karung itu pun perlahan diangkat ke permukaan.

“Wasis, kau cari lagi tulang-tulang yang lain!” pinta tentara.

Setelah dua tentara berhasil menarik karung itu ke permukaan, Wasis menyusuri setiap lekuk gua itu, sementara si perempuan berbaju kebaya masih duduk di atas batu.

Sesekali Wasis melirik ke perempuan itu dan seketika Wasis merinding ketika mulai sadar kalau perempuan yang ada di dalam gua itu pastilah bukan manusia.

“Tidak ada apa-apa lagi, Komandan!” teriak Wasis dari dalam gua.

Wasis sudah mulai putus asa karena memang tak menemukan apa-apa lagi.

Entah ke mana sisa tulang-belulang simpatisan PKI yang dulu pernah dibuang ke dalam gua, yang jelas Wasis hanya menemukan sebuah tengkorak saja.

“Kami akan tarik kamu keluar dari dalam gua!” teriak satu tentara.

Mendengar itu, segera Wasis mengikatkan kembali tali itu ke tubuhnya, dan perlahan tubuh Wasis pun terangkat.

Wasis masih memperhatikan si perempuan yang mengenakan baju kebaya di dalam gua, namun saat di tengah-tengah perjalanan menuju permukaan, tiba-tiba saja tali itu seperti dilepas begitu saja.

Wasis pun jatuh. Badannya terbanting ke batu dasar gua.

Wasis tidak mengerti, ada apa dengan kedua tentara yang ada di atas sana?

Sebenarnya kedua tentara itu tidak bermaksud menjatuhkan Wasis saat mereka berdua berusaha mengangkat tubuh Wasis ke permukaan. Mereka melihat ada sosok pocong yang berdiri di seberang mulut gua, karena takut, mereka langsung lari tanpa memedulikan  Wasis dan salah satu dari tentara itu sempat membawa karung yang berisi tengkorak manusia.

Untung saja setelah jatuh, Wasis masih sadarkan diri di dasar gua.

Wasis meringis kesakitan. Dengan tertatih-tatih ia pun bangkit, lalu mendongak ke atas.

“Komandan!” teriak Wasis tapi tidak ada jawaban dari atas sana.

“Komandan!” teriak Wasis sekali lagi.

“Iya, Wasis.” Terdengar ada jawaban dari atas sana.

Wasis mendengarnya memang menyerupai salah satu tentara, tapi nadanya terdengar sangat datar dan bukan berteriak.

Sekali lagi Wasis tak memedulikan itu, justru dia ingin segera sampai ke atas.

“Lemparkan talinya lagi, Komandan!” teriak Wasis sambil meringis kesakitan, namun tidak ada jawaban.

Sesaat kemudian, perempuan berkebaya yang dari tadi hanya duduk saja di atas batu, kini Wasis melihatnya mulai berdiri.

Perempuan itu menoleh ke arah Wasis. Itu membuat Wasis makin ketakutan.

Entah apa yang terjadi selanjutnya, namun tiba-tiba saja Wasis melihat sekitarnya tampak ramai oleh para lelaki yang sedang mengerang kesakitan. Para lelaki itu berwajah pucat, tubuh mereka penuh darah.

Mereka oleh ke arah Wasis sambil meminta tolong.

“Tolong!”

 “Tolong jangan bunuh aku,” kata mereka.

Melihat kejadian itu, Wasis seketika jatuh pingsan. Wasis tidak sanggup melihat kengerian yang ada di hadapannya. Bisa saja para lelaki itu adalah roh dari korban pembantaian simpatisan PKI.

****

Saat Wasis siuman, ternyata hari sudah mulai terang.  Wasis mengucek-ngucek matanya dan perlahan bangkit.

Sekujur tubuhnya terasa sangat sakit. Baru pertama kalinya dia masuk ke gua dan sangat mustahil Wasis bisa keluar dari gua itu tanpa bantuan manusia.

“Tolong!”

“Tolong!” teriak Wasis dengan sisa tenaga yang ada.

“Tolong!”

Akan tetapi sepertinya  tidak ada seorang pun yang mendengar teriakannya.

Lagi pula, tempat itu terkenal angker, dan tidak ada yang berani dekat-dekat ke arah gua.

Sampai sore Wasis belum bisa keluar dari dalam gua.

Wasis menangis, dia sangat takut berada di dalam gua itu sendirian.

Hingga malam tiba, Wasis masih berteriak minta tolong.

“Tolong!”

“Tolong!”

Wasis berharap ada seseorang yang datang menolongnya, tapi usahanya itu tetap nihil, tidak ada satu orang pun yang mendengar teriakannya.

Entah dari mana datangnya, tiba-tiba Wasis mendengar suara gamelan dan langkah kaki orang-orang banyak.

Wasis menoleh ke arah kanan dan di sana dia melihat ada sebuah iring-iringan yang sangat aneh.

Banyak lelaki yang berpakaian putih, dan pakaiannya itu penuh dengan bercak darah, terlihat sedang menggotong sebuah singgasana.

Wasis melihat di atas singgasana ada seorang perempuan yang berpakaian kebaya, sedang duduk manis layaknya seorang ratu kerajaan.

Di belakang iring-iringan terlihat ada juga orang-orang yang menabuh gamelan.

Seketika Wasis mundur beberapa langkah. Nafasnya terengah-engah. Wasis sangat takut dengan apa yang dilihatnya saat ini, tapi justru seketika suara gamelan itu berhenti serentak.

Empat orang lelaki yang menggotong singgasana juga berhenti, mereka menurunkan perempuan itu, perempuan yang wajahnya pucat seperti mayat mendekat ke arah Wasis.

“Jangan takut. Kami sudah menerimamu menjadi warga di sini,” ucap perempuan itu.

“Tidak! Aku tidak mau tinggal di sini! Tolong keluarkan aku. Aku mohon. Hu hu hu.” Wasis menangis sambil berlutut.

Tampaknya perempuan itu tidak peduli, walaupun Wasis menangis dia malah kembali pada rombongannya kemudian gamelan pun kembali ditabuh, dan perempuan misterius itu mulai menari layaknya seorang Ronggeng.

Malam itu, Wasis hanya bisa memeluk lututnya di sudut gua sambil menangis ketakutan soalnya makin lama makhluk yang ada di dalam gua itu semakin banyak. Entah dari mana arah datangnya. Bahkan Wasis melihat ada makhluk yang tinggi besar dan berbulu lebat, juga ada banyak pocong yang berdiri di berbatuan.

Tak ada yang bisa dilakukan Wasis. Dia hanya menangis sampai pagi pun tiba.

****

Semalam suntuk Wasis tidak tidur. Kedua matanya merah, tubuhnya mulai kelelahan. Tiba-tiba saja ada suara lelaki yang memanggil-manggil Wasis dari permukaan gua.

Wasis sangat kenal lagi itu.  Tidak salah lagi itu adalah bapaknya Wasis.

Dengan sisa tenaga yang ada Wasis pun bangkit lalu kembali berteriak.

“Pak, tolong aku, Pak!” terak Wasis.

Wasis mendongak dan melihat dari mulut gua ada sebuah tali diulurkan perlahan ke dasar gua.

“Wasis, ayo naik!” teriak bapaknya.

Wasis pun menggenggam tali itu dengan sangat erat. Perlahan Wasis ditarik keluar dari gua.

Bapaknya itu dapat informasi dari temannya yang sering berburu sarang walet, maka pagi itu juga bapaknya Wasis bersama tiga warga lainnya langsung berangkat ke gua untuk menyelamatkan Wasis.

Wasis pun berhasil dikeluarkan dari dalam gua. Ia ditandu menggunakan kain sarung karena tubuhnya sangat kelelahan.

Semenjak saat itu, Wasis tidak mau lagi kalau ada orang yang menyuruhnya masuk ke dalam gua. Wasis sangat syok karena melihat banyak sekali demit di dalam gua.

****

Tiga hari kemudian.

Malam itu kondisi Wasis sudah benar-benar pulih. Dia  berbaring di atas tempat tidurnya sambil menunggu kantuk, sementara bapaknya Wasis masih sibuk membuat suling di dapur.

Kebetulan malam ini bapaknya Wasis tidak menginap di perkebunan, jadi bapaknya Wasis bisa menginap di rumah yang ada di sebelah rumah Wasis.

Sekitar pukul 24.00 Wasis dan bapaknya mendengar ada suara perempuan di luar rumah yang memanggil nama Wasis

“Wasis.”

 “Wasis.”  

Perlahan bapaknya mengintip dari bilik dapur, dia melihat ada seorang perempuan yang berpakaian kebaya berdiri di dekat rumahnya Wasis.

Buru-buru bapaknya Wasis beranjak ke rumah anaknya.

“Wasis, itu di luar siapa!” teriak bapaknya.

Wasis saat itu meringkuk di sudut kamar sambil memeluk dengkul. Wajahnya sudah berkeringat. Dia sangat ketakutan mendengar suara perempuan itu.

Wasis kenal siapa perempuan itu, dia adalah demit penghuni gua yang pernah ia temui.

Beberapa saat kemudian pintu rumah Wasis digedor gedor dengan sangat keras.

Karena kesal, bapaknya Wasis langsung lari ke dapur dan mengambil sebilah golok yang sangat tajam.

“Bangsat! Kau berani-beraninya mengganggu anakku!” bapaknya Wasis melangkah sambil mengacungkan golok.

Tapi anehnya, seketika tidak ada siapa-siapa di depan pintu rumah Wasis.

****

Malam-malam berikutnya, Wasis terus menerima teror dari penghuni gua. Bapaknya pun pergi ke seorang sesepuh di kampung itu.

Kata sesepuh, “Menurut cerita orang zaman dulu, memang pernah ada seorang Ronggeng yang menuntut ilmu hitam di dalam gua itu,”

“Ronggeng tersebut bertapa di dalam gua, namun tidak pernah keluar lagi.”

“Bisa saja  Ronggeng itu sudah menjadi makhluk halus di sana.”

“Ditambah lagi dengan mayat-mayat simpatisan PKI yang pernah dibuang ke dalam gua itu. Jadilah gua itu sangat angker.”

Sesepuh itu memberikan tiga buah kertas yang sudah dituliskan doa-doa dalam bahasa Arab. Ia menyuruh Wasis untuk menempelkan kertas itu di dinding rumahnya, dan sejak saat itu,  perempuan Ronggeng tidak lagi mengganggu Wasis.

SELESAI

 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search