SUMINTEN EDAN
Dikisahkan Pada masa itu Majapahit diperintah oleh Prabu Brawijaya.
Dalam suatu pisowanan Prabu Brawijaya mendapat laporan dari sejumlah Adipati, bahwa keamanan wilayah mereka tengah terancam oleh sekelompok begal yang dipimpin oleh Suro Gento, anak dari orang sakti bernama Suro Bangsat. Mereka bermarkas di Gunung Pegat dan mulai menyebar anak buahnya ke sejumlah wilayah untuk merampas harta benda para pedagang yang sedang melakukan perjalanan.
Sebagai pelindung rakyat, Prabu Brawijaya tanggap keadaan dan
cepat bertindak. melalui seorang Gandeng, Prabu Brawijaya mengirim surat pada
orang kepercayaannya yakni Adipati Notokusumo pemimpin Trenggalek, untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut.
****
Adipati Notokusumo.
Usai menerima surat dari junjungannya itu, Adipati Notokusumo segera menyebarkan sayembara ke berbagai penjuru, bahwa siapa saja yang bisa menaklukkan para begal Gunung Pegat akan mendapat imbalan yang setimpal, maka menghadaplah Warok Guno Seco kepada Adipati Trenggalek itu, Warok Guno Seco mengaku sanggup menyudahi keresahan rakyat sekaligus menangkap Suro Gento.
Dalam pertemuan itu pula Adipati Notokusumo menjanjikan hadiah yang tidak terduga, yakni anak gadis Warok Guno Seco yang bernama Roro Suminten, akan dinikahkan dengan Raden Subroto, putra sang Adipati Notokusumo sendiri.
Dengan hadiah yang dapat mendongkrak derajatnya, Warok Guno
Seco kian bersemangat untuk melaksanakan titah Adipati Notokusumo, tentu saja,
karena Warok Guno Seco akan segera menjadi besan penguasa Trenggalek yang
dicintai rakyatnya itu.
****
Gunung Pegat bukan hanya dikenal sebagai hunian jin, peri, pereyangan, eluk-eluk, banaspati, namun pula sebagai sarang gerombolan begal Suro Gento.
Sejak Suro Gento menguasai Gunung Pegat, banyak orang yang
semakin tak berani melewati sejumlah jalan di kaki gunung itu, baik siang
maupun malam, karena sangat ketakutan. Bahkan orang-orang yang tinggal di
sekitar Gunung Pegat mengungsi ke tempat lain untuk mendapatkan kenyamanan dan
keamanan.
****
Warok Guno Seco.
Siang itu Suro Gento sedang bersama dengan beberapa anak buahnya.
Mereka tengah menghitung penghasilan yang diperoleh dari usahanya membegal, merampas, dan merampok. Mereka begitu senang karena jumlah yang didapat semakin lama semakin banyak, namun kesenangan mereka tiba-tiba rusak, ketika secara tiba-tiba Warok Guno Seco yang telah mengepung Gunung Pegat bersama pasukan gabungan Majapahit dan Trenggalek, merangsek markas mereka.
Dengan kekuatan seadanya Suro Gento dan gerombolan yang ada di tempat itu memberikan perlawanan.
Kedua belah pihak memang sama-sama terlatih dalam olah kanuragan, namun selepas tengah hari, sebagian anak buah Suro Gento telah berjatuhan di tanah dengan raga tak bernyawa.
Sebagian mereka lainnya telah berhasil ditangkap oleh prajurit gabungan Majapahit dan Trenggalek.
Maka tibalah di mana kesaktian para pimpinan kedua belah pihak diadu. Suro Gento melawan Warok Guno Seco.
Mereka masing-masing menggunakan tali kolor saktinya untuk melumpuhkan lawan, namun sesudah jurus pamungkas digunakan oleh Warok Guno Seco, Suro Gento mulai kerepotan, terlebih ketika terkena sabetan di bagian kaki sehingga serasa lumpuh.
Suro Gento menjadi sulit bergerak dengan lincah. Apa boleh
buat, Suro Gento akhirnya harus mengakui kehebatan lawannya itu. Dia segera
dirangket untuk dihadapkan pada Adipati Notokusumo.
****
Di pendopo Trenggalek, wajah Adipati Notokusumo tanpak semringah ketika mengetahui Warok Guno Seco berhasil merangket Suro Gento.
Dengan disaksikan beberapa petinggi, Adipati Notokusumo memberikan hadiah yang telah dijanjikannya kepada Warok Guno Seco. Bukan hanya harta benda, melainkan juga pernikahan Raden Subroto anaknya, dengan anak perempuan Warok Guno Seco yaitu Roro Suminten.
Selain memberikan hadiah kepada Warok Guno Seco, Adipati Notokusumo juga mengadili Suro Gento.
Karena Suro Gento telah berjanji untuk tidak melakukan perbuatan jahat lagi di wilayah Trenggalek dan sekitarnya bahkan seluruh kekuasaan Majapahit.
Adipati Notokusumo memberikan pengampunan, terlebih setelah mengetahui bahwa Suro Gento ternyata adik seperguruan Warok Guno Seco.
Pertemuan pun dibubarkan, Warok Guno Seco pulang untuk
memberitahukan kabar bahagia pada anaknya Roro Suminten, bahwa dia akan
dinikahkan dengan Raden Subroto 40 hari lagi.
****
Sehari kemudian didampingi para pejabat Trenggalek Adipati Notokusumo menghadap Prabu Brawijaya, melaporkan bahwa kejahatan Suro Gento yang mengganggu keamanan wilayah Trenggalek dan sekitarnya berhasil ditumpas oleh abdinya yang bernama Warok Guno Seco beserta prajurit gabungan Trenggalek dan Majapahit.
Mendengar laporan ini Prabu Brawijaya sangatlah bergembira. Keberhasilan Adipati Notokusumo itu dianugerahi emas, picis, rojo brono, juga lencana tanda Jasa Abdi Majapahit berikut pusaka, bahkan Prabu Brawijaya juga berjanji untuk membuat pesta pernikahan anak Adipati Notokusumo dan Warok Guno Seco secara besar-besaran.
Selain Dahar Gembul Bujono, pesta itu juga diwarnai dengan tarian dan gelaran wayang semalam suntuk, tapi yang makin membanggakan Adipati Notokusumo, adalah ketika Prabu Brawijaya menjanjikan pada Adipati Notokusumo bahwa sebelum kepulangannya ke Trenggalek, Sang Adipati akan dinaikkan kereta kencana di samping sang Prabu Brawijaya, lantas diarak keliling kota Praja Majapahit.
Sepanjang jalan, Adipati Notokusumo akan dielu-elukan oleh para kawulo Majapahit sebagai Bapak Trenggalek yang sanggup membasmi kejahatan.
Mendengar sekian janji yang diberikan oleh Prabu Brawijaya,
Adipati Notokusumo merona merah wajahnya. Tidak menyangka bahwa jasa Warok Guno
Seco ternyata telah mengangkat derajatnya begitu terhormat di mata Majapahit.
****
Raden Subroto.
Hari demi hari berganti, hingga waktu pernikahan Roro Suminten dengan Raden Subroto tiba, namun sebelum menjelang hari pernikahannya Raden Subroto nampak gelisah. Makan tidak enak, tidur tidak nyenyak.
Dalam hati Raden Subroto selalu bertanya-tanya, bagaimana mungkin dia menikahi seorang gadis yang belum sama sekali dikenalnya.
Menyadari semakin mendekati hari pernikahan, Raden Subroto menjadi ingin mengetahui langsung calon istrinya itu.
Karenanya Raden Subroto ingin datang ke kediaman Warok Guno Seco di daerah Siman, dengan cara menyamar sebagai rakyat biasa. Penyamarannya itu dimaksudkan agar Raden Subroto menjadi tidak mudah dikenali sebagai putra Adipati Notokusumo, bukan hanya oleh para kawulo, namun juga Warok Guno Seco dan Roro Suminten.
Raden Subroto meninggalkan Dalem Kadipaten Trenggalek hanya dengan berjalan kaki.
Petak sawah maupun hutan lebat dilaluinya, hingga pada akhirnya memasuki wilayah yang dituju.
Karena kelelahan, Raden Subroto mencari-cari sebuah gubuk sebagai tempat beristirahat, dan benar saja Raden Subroto menemukan tempat yang dicari.
Seorang laki-laki tua pemilik gubuk menerimanya dengan ramah, memberinya makan dan minum secukupnya. Dari laki-laki tua itu pula Raden Subroto mendapat cerita yang membuatnya menjadi penasaran.
Menurut lelaki tua, kalau desa itu memiliki seorang kembang desa yang tersohor dan menjadi impian para pria, namanya Warsiah atau biasa dipanggil Cempluk Warsiah.
Gadis itu terkenal karena kecantikan wajah dan kemolekan tubuhnya. Warsiah adalah anak gadis dari seorang Warok bernama Warok Suro Menggolo.
Karena begitu penasaran mendengarnya, Raden Subroto bermaksud mengunjungi rumah Warok Suro Menggolo.
Sang pemilik gubuk memberi saran bahwa tidak perlu datang ke
rumah Warok Suro Menggolo, melainkan pergi ke sebuah sendang yang berada di
sebelah selatan desa, karena setiap sore Warsiah datang ke Sendang itu untuk
mandi.
****
Sejenak kembali kepada Suro Gento.
Di sisi lain, seusai diampuni Adipati Notokusumo, Suro Gento memilih kembali ke desa asalnya.
Dia ingin menjadi warga baik-baik dan menjalani hidup seperti orang kebanyakan, punya istri dan keluarga. Ada seorang perempuan yang sebenarnya telah mengusik perasaannya cukup lama, namun hanya bisa dipendam saja.
Dia adalah seorang gadis yang bernama Warsiah. Siapa lagi kalau bukan anak Warok Suro Menggolo.
Semakin lama Suro Gento tak mampu memendam rasa kasmaran.
Karena tak mampu membendung lagi, diam-diam Suro Gento meninggalkan rumahnya tanpa berpamitan pada ayahnya yang bernama Suro Bangsat.
Sore itu perjalanan Suro Gento telah sampai di suatu kampung, di mana Warok Suro Menggolo dan Warsiah tinggal.
Karena kehausan, Suro Gento pergi ke sendang yang terletak di sebelah selatan desa untuk meneguk airnya.
Satu langkah kakinya hampir tiba di sendang, dada Suro Gento bergetar, ketika menyaksikan perempuan yang ditaksirnya ternyata tengah mandi.
Karena tak mampu menahan diri, Suro Gento tidak bisa menunggu, dia segera menemu Warsiah.
Di hadapan Warsiah, Suro Gento yang polos dan tak terbiasa dengan tata krama itu langsung menyatakan cinta dengan terbata-bata, tentu saja Warsiah justru ketakutan, apalagi sendang saat itu sedang sepi.
Warsiah menjadi merasa terancam, dia takut akan di Suro Gento yang ada di hadapannya.
Warsiah berteriak sekeras-kerasnya meminta pertolongan.
Warsiah terus melakukannya sambil berlari, sementara di belakangnya Suro Gento mengejar. Suro Gento ingin menjelaskan lebih lanjut karena merasa telah timbul kesalahpahaman.
Raden Subroto yang kala itu memang sedang menuju sendang, mendengar teriakan minta tolong. Raden Subroto segera bergegas menuju asal suara.
Raden Subroto melihat seorang perempuan cantik tampak ketakutan dikejar seseorang.
Melihat pesona perempuan itu Raden Subroto langsung tertarik. Uniknya demikian juga yang terjadi pada Warsiah, dia takjub dengan pemuda gagah di hadapannya.
Dari arah belakang, Suro Gento yang sedang mengejar memanggil-manggil nama perempuan dengan sebutan Cemplok Warsiah.
Raden Subroto menjadi tersadar, perempuan inilah yang membuat dirinya menjadi penasaran.
Melihat gelagat yang tidak baik Raden Subroto langsung menghalangi Suro Gento.
Karena tidak mengenal anak Adipati Notokusumo yang sedang menyamar itu, Suro Gento tanpa basa-basi menyerangnya.
Suro Gento tak suka urusannya diganggu pihak lain, akibatnya perkelahian keduanya tak bisa dihindari lagi.
Hingga menuju senja perkelahian itu belum berujung menang atau kalah. Keduanya memiliki kesaktian yang sepadan, namun sesudah Suro Gento menggunakan senjata pusaka kolor pemberian ayahnya, Raden Subroto mulai kewalahan.
Raden Subroto yang lengan kanannya tersabet kolor Suro Gento hingga mati rasa itu terpaksa meninggalkan lawannya.
Arah pelarian Subroto tidak berbeda dengan arah pelarian Warsiah. Tak mau lawannya lari, Suro Gento segera menyusul.
Di saat yang bersamaan ketika sedang bersantai Warok Suro Menggolo kaget karena tiba-tiba saja anak gadisnya itu tergopoh-gopoh datang, terlebih karena wajahnya tampak ketakutan sepulang dari sendang. Segera Warok Suro Menggolo menanyakan apa yang terjadi dengan anaknya.
Terbata-bata Warsiah menjelaskan kepada sang ayah kalau ketakutannya itu karena ada orang yang mengganggu dan tengah mengejarnya.
Mendengar penuturan anaknya, Warok Suro Menggolo menjadi berang. Dia segera bersiaga di depan halaman rumahnya.
Tak begitu lama datanglah Raden Subroto yang tadi juga berlari meninggalkan Suro Gento ke arah di mana Warsiah lari.
Hampir saja Warok Suro Menggolo melampiaskan rasa marahnya jika saja Warsiah tidak mencegah.
Dari penjelasan Warsiah, Warok Suro Menggolo jadi tahu bahwa si pengejar bukan Raden Subroto.
Belum lama Warok Suro Menggolo berbincang dengan Raden Subroto datanglah Suro Gento.
Karena Warsiah menunjukkan bahwa Suro Gento pelakunya, tanpa basa-basi Warok Suro Menggolo segera menghajarnya, terlebih karena Suro Gento sama sekali tidak menunjukkan sopan santun.
Pertarungan pun terjadi.
Suro Gento bahkan mengerahkan seluruh ilmu kanuragan dalam melawan Warok Suro Menggolo.
Berbagi jurus berbahaya dikerahkan, namun Warok Suro Menggolo selalu di atas angin, meski Suro Gento telah menggunakan tali kolor sakti. Warok Suro Menggolo dengan tenang mematahkan serangan-serangan mematikan itu.
Karena ingin segera menyudahi perkelahian, Warok Suro Menggolo segera menggebuk Suro Gento hingga tubuh Suro Gento terasa remuk redam.
Sebelum pergi, Suro Gento mengancam akan melaporkan Warok
Suro Menggolo pada kakak seperguruannya, tapi Warok Suro Menggolo tidak
menggubris dan membiarkan Suro Gento pulang begitu saja.
****
Di rumah Suro Menggolo itu, Raden Subroto dijamu makan, minum, sebagai ungkapan terima kasih karena menolong Warsiah, hingga dalam pembicaraan itu pula, Raden Subroto akhirnya mengaku bahwa dia adalah putra Adipati Notokusumo.
Raden Subroto telah jatuh cinta pada Warsiah sejak pertama kali bertemu, maka jika Warsiah mau dan diizinkan oleh Warok Suro Menggolo, Raden Subroto berniat melamar untuk dijadikan pendamping hidup sampai akhir hayat.
Mendengar pernyataan Raden Subroto, Warsiah hanya bisa menundukkan wajah. Sementara Warok Suro Menggolo sendiri hanya bisa menyerahkan keputusan pada anaknya itu.
Kedudian Raden Subroto akan pulang ke Trenggalek dan
membicarakan hal ini dengan ayahnya Adipati Notokusumo.
****
Sesampainya di Trenggalek.
Pendopo Trenggalek hari itu memanas. Kepada sang ayah, Raden Subroto telah memohon untuk menggagalkan pernikahannya dengan Roro Suminten dan meminta untuk melamarkan Warsiah sebagai istrinya. Tentu saja Adipati Notokusumo menolak, apalagi Warok Guno Seco telah begitu berjasa bagi Trenggalek, pun telah mengangkat kehormatan Adipati Notokusumo di hadapan Prabu Brawijaya dan Majapahit waktu itu, bahkan Adipati Notokusumo mengancam kepada Raden Subroto bila tidak bersedia menikah dengan Roro Suminten, akan diusir dari Trenggalek.
Mendapat ancaman Adipati Notokusumo, Raden Subroto ternyata
tidak gentar untuk keluar dari telatah Trenggalek jika tidak direstui menikah
dengan Warsiah.
****
Selang beberapa lama, Adipati Notokusumo berpikir kalau siapa lagi yang akan menggantikan dirinya sebagai penguasa Trenggalek jika bukan Raden Subroto? Apa yang terjadi pada Trenggalek jika tanpa pemimpin?
Maka terpaksa Adipati Notokusumo menerima permohonan Raden Subroto untuk menggagalkan perkawinan dengan Roro Suminten seperti yang telah direncanakan sebelumnya.
Lantaran perubahan kebijakan itu, Adipati Notokusumo mengutus seorang Gandai untuk menyerahkan surat kepada Warok Guno Seco yang saat itu berada di Siman.
Selain itu Adipati Notokusumo juga langsung menunjuk beberapa
pejabat untuk membantunya mempersiapkan lamaran pada Warsiah anak Warok Suro
Menggolo.
****
Beberapa hari usai menerima surat dari Adipati Notokusumo, Warok Guno Seco menjadi pendiam, meski telah diberi emas, picis, rojo brono, sebagai pengganti batalnya pernikahan anaknya.
Dada Warok Guno Seco tetap diliputi marah bercampur duka. Marah kepada Adipati Notokusumo yang menghianati janjinya untuk menikahkan anaknya dengan Raden Subroto.
Roro Suminten yang juga mendengar kabar itu ikut berduka, sebab Roro Suminten menjadi sangat malu karena gagal menikah dengan Raden Subroto, namun lebih dari itu, Roro Suminten telah edan, berubah menjadi gila, hilang ingatan, tak mampu menahan beban perasaan.
Yang mengiris-iris hati Warok Guno Seco adalah ketika anaknya pergi meninggalkan rumah pada malam hari tanpa sepengetahuannya.
Karena tak tega melihat istrinya jatuh sakit selepas kepergian Roro Suminten, Warok Guno Seco akhirnya mencari Roro Suminten.
Meskipun Warok Guno Seco telah mencari dari kampung ke kampung, dari desa ke desa, namun di tengah perjalanan ketika mencari Roro Suminten, Warok Guno Seco tak sengaja bertemu dengan kakak seperguruannya yaitu Warok Singo Kubro.
Sambil melepas lelah di sebuah warung, keduanya terlibat dalam pembicaraan kala itu.
Kemudian Warok Guno Seco menceritakan kalau anaknya gila dan semua penyebabnya kepada Warok Singo Kubro.
Di warung itu pembicaraan Warok Guno Seco dan Warok Singo Kubro berujung pada kesimpulan bahwa Warok Suro Menggolo menjadi biang keladi segalanya, meski Warok Suro Menggolo sebenarnya masih saudara seperguruan mereka juga.
Keduanya kemudian bersepakat untuk membuat perhitungan dengan Warok Suro Menggolo.
Selepas tengah siang, Warok Guno Seco dan Warok Singo Kubro telah menginjakkan kaki di hadapan rumah Warok Suro Menggolo.
Dengan lantang Warok Guno Seco menantang Warok Suro Menggolo untuk adu kesaktian dan mengatakan bahwa anaknya Roro Suminten telah edan gara-gara ulah Warok Suro Menggolo yang menerima lamaran Raden Subroto. Padahal Roro Suminten telah siap menjalani pernikahan dengan anak Adipati Trenggalek itu sebagai hadiah.
Tentu saja Warok Suro Menggolo terkejut karena tidak mengetahui hal ini. Raden Subroto tidak menceritakannya, juga tidak mungkin Warok Suro Menggolo membatalkan pernikahan anaknya pula.
Warok Suro Menggolo juga tidak gentar jika Warok Guno Seco maupun Warok Singo Kubro menuntut tanggung jawabnya.
Kemudian Warok Suro Menggolo mengikuti langkah Warok Guno
Seco dan Warok Singo Kubro menuju tanah lapang yang terletak di luar desa.
****
Setelah saling memberi hormat sebagai tanda menjunjung tinggi nilai-nilai ksatria, mereka siap adu.
Adu kesaktian berlangsung di tanah lapang antara Warok Guno Seco dan Warok Suro Menggolo.
Sekian lama Warok Suro Menggolo dan Warok Guno Seco bertarung belum tampak juga siapa yang kalah dan siapa yang menang.
Berbagai jurus andalan dan kedigdayaan dikeluarkan untuk melumpuhkan satu sama lain, tapi karena kedua orang hebat itu masih tunggal guru, yakni Warok Singo Ludruk, maka tiap serangan tetap terbaca oleh lawannya masing-masing.
Melihat hal ini Warok Guno Seco kemudian menggunakan ilmu yang diturunkan oleh gurunya yang lain, berasal dari Gunung Wilis, yakni Warok Singo Bowo.
Warok Suro Menggolo terpaksa mengeluarkan ilmu pamungkasnya, ajian usus-usus.
Warok Guno Seco yang mengetahui Warok Suro Menggolo bersiap mengeluarkan ajian berbahaya dan bisa mengakibatkan jeroan Warok Guno Seco berantakan, Warok Singo Kubro tiba-tiba saja meloncat ke tengah perkelahian dan menghunus pusaka saktinya Nogo Rajeg. Sasarannya tentu saja Warok Suro Menggolo.
Warok Suro Menggolo menjadi terkejut atas perbuatan Warok Singo Kubro yang tiba-tiba menyeruak ke tengah perkelahian.
Ajian usus-usus yang semula ditujukan kepada Warok Guno Seco secara spontan diarahkan kepada Warok Singo Kubro.
Warok Singo Kubro berhasil menahan kuat ajian usus-usus milik Warok Suro Menggolo, sayangnya karena begitu kuat daya gaib ajian itu, Nogo Rajeg yang digenggamnya terdorong ke belakang, mengarah ke tubuh Warok Singo Kubro sendiri.
Kematian Warok Singo Kubro membuat Warok Suro Menggolo dan Warok Guno Seco menghentikan perkelahiannya.
Mereka hanya bisa terdiam melihat saudara seperguruannya itu terbujur kaku, padahal Warok Singo Kubro sesungguhnya tak terlibat langsung dalam perselisihan antara Warok Guno Seco dan Warok Suro Menggolo.
Atas kejadian itu Warok Suro Menggolo dan Warok Guno Seco akhirnya memilih mengakhiri pertikaian. Tidak ada yang menang, tidak ada yang kalah.
Warok Suro Menggolo bahkan mengambil tanggung jawab untuk menyembuhkan Roro Suminten dari sakit jiwa yang dideritanya.
Setelah memakamkan Warok Singo Kubro, bersama Warok Guno Seco, Warok Suro Menggolo kemudian mencari Roro Suminten yang akhirnya ditemukan di sebuah pesta pernikahan desa lain, sedang menari seenaknya, hingga membuat para undangan kebingungan dengan penuh kasihan.
Roro Suminten dituntun pergi dari tempat itu dan dibawa ke sudut desa oleh Warok Suro Menggolo.
Roro Suminten disembuhkan menggunakan pusaka sakti pemberian guru Warok Suro Menggolo.
Seketika Roro Suminten waras dari sakit, kiranya wajah Warok Guno Seco berbinar.
Kemudian Warok Suro Menggolo mengusulkan kepada Warok Guno Seco agar Roro Suminten dibawa ke Kadipaten Trenggalek, dan Warok Suro Menggolo sendiri yang akan berbicara dengan Adipati Notokusumo dan Raden Subroto, agar Roro Suminten tetap dinikahi sebagai bentuk pemenuhan perjanjian, jika Adipati Notokusumo tidak mau, maka pernikahan Raden Subroto dengan Warsiah juga harus dibatalkan.
Mendengar apa yang dikatakan Warok Suro Menggolo tidak putus rasa kagum Warok Guno Seco pada saudara seperguruannya itu.
Kedua warok yang sama-sama berwibawa ini akhirnya berangkat ke Trenggalek.
Di sana semua berlapang dada setelah Raden Subroto bersedia menikahi keduanya.
Pesta besar pun siap digelar. Prabu Brawijaya Majapahit juga
hadir menjadi saksi pernikahan penuh kebahagiaan itu.
No comments:
Post a Comment