Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

CERKAK WARSINAH BAB 9


 BAB 9

Seminggu kemudian.

Kuswanoto mengendap-endap di dinding rumah Sri, dengan menempelkan telinga, dia mencoba mendengar percakapan yang ada di dalam kamar.

“Pokoknya mulai malam ini saya ndak mau lagi mendengar kamu masih menerima kang Noto,” ucap lelaki yang tak mengenakan baju dengan memeluk Sri di atas tempat tidur.

“Kalau kamu masih menerimanya, semua bantuan akan saya cabut.”

Sri hanya terdiam dalam dekap lelaki berkulit putih itu.

“Apa sih hebatnya Kang Noto itu, kok mau-maunya kamu di keloni lelaki yang tak pernah mandi, kok ya betah kamu dengan bau prengusnya.”

“Apa sih hebatnya dia hah!” imbuhnya.

Lelaki berkulit putih itu beranjak berdiri, lalu meraih baju yang tergantung di belakang pintu.

“Dari mana sampean tahu kalau kang Noto datang ke sini,” tanya Sri.

“Halah, kalau orang lain mungkin ndak tahu, tetapi aku tahu Sri.”

“Ini, ambil, sekadar untuk tambah beli kebutuhanmu.” Lelaki itu memberikan beberapa lembar uang kertas.

“Dan ingat! Jangan sampai kamu ceritakan semua ini kepada siapa pun, atau aku akan mengusirmu dengan alasan telah berbuat mesum dengan kang Noto, lelaki yang gialaknya ndak ketulungan itu.”

Sementara di luar rumah, kaki Kuswanoto bergetar setelah mengetahui siapa lelaki yang ada di dalam kamar, tangannya mengepal mendengar namanya di sebut-sebut.

“Diangkrekk!!” makinya dalam hati.

“Sebisa mungkin kamu harus menolaknya, sejak malam ini, ingat itu,” ancam lelaki yang kini telah mengenakan baju batik.

“lha orang kayak gitu saja kok kamu senengi, cuma menang brengosnya saja yang sudah seperti pagar kecamatan, ndak pernah ngasih kamu apa-apa, memangnya apa yang telah dia berikan heh, aku ndak mau kamu jadi milik leaki-laki lain Sri,” kata lelaki yang kini duduk di samping Sri, dengan setengah berbisik.

“Yo eman-eman wajah ayumu ini lo Sri,” imbuhnya seraya mencolek dagu Sri. Sri berusaha menepisnya.

“Tapi aku mencintainya,” ucap Sri lirih.

“Cinta! Kamu pernah di tawari untuk di nikahinya ndak, itu yang namanya cinta, kamu hanya di jadikan gendak saja Sri, mending kamu menjadi simpenanku, apa yang kamu dapat, tanah, sawah, bantuan apa yang tak pernah aku masukan namamu hah, sekolah Aji.”

“Sudah lama aku tahu kamu menerima kang Noto, tetapi aku hanya diam, sampai terakhir dia berani membentakku! Belum ada di kampung ini yang berani, aku selalu di hormati orang di sini, aku bahkan sengaja membonceng yu Warsinah untuk memanas-manasi  dia, biar dia merasakan bagaimana rasanya sakit hati, aku sakit hati Sri kalau kamu menerimanya di rumah ini, rumah yang aku bangun hanya untukmu!”

“Aku juga berusaha memisahkannya dari yu Warsinah, sebab Sopyan itu masih saudaraku, yang tak akan pernah menolak yu Warsinah walaupun itu mantan kang Noto.”

“O Asu!” gerutu Kuswanoto dari balik dinding.

“Sri tak berani menatap mata lelaki di sampingnya, tatapan itu penuh amarah.

“Aku harus pulang malam ini, bila aku pulang terlalu malam, istriku bisa curiga,” lelaki itu menggenggam tangan Sri lalu mengecup keningnya.

Kuswanoto segera bersembunyi di balik semak, saat lelaki itu juga melakukan hal yang sama, menuntun motornya keluar dari pintu dapur hingga sampai melewati jembatan bambu.

~*~

 

“Sri,” ucap Kuswanoto setelah memastikan lelaki itu sudah menjauh dari jalan seberang sungai kecil.

“Kang,” kata Sri setelah membuka pintu dan mempersilakan Kuswanoto masuk.

Sri segera menghapus sudut matanya, dia tak mau kalau terlihat menangis. Membiarkan Kuswanoto duduk di kursi plastik, sementara dirinya meraih termos air panas.

“Aku salin dulu kang,” pamit Sri setelah meletakkan segelas kopi.

Belum juga Sri melewati Kuswanoto, langkahnya tertahan saat tangan Kuswanoto menariknya.

Nyaris Sri terjelembab ke belakang, namun seketika Kuswanoto segera menangkap  tubuh Sri yang limbung hingga jatuh dalam peluk Kuswanoto. Mata mereka saling adu, bibir berhias kumis berbulu kasar itu sejenak mendarat di bibir Sri, mata perempuan di peluk Kuswanoto hanya terpejam, sebelum akhirnya menepis wajah itu.

“Ngopo! Wes gak gelem! Mergo wong seng sok suci iko ngancem awakmu hah!” omel Kuswanoto yang berjalan mengikuti Sri yang masuk ke kamar.

Sri menutup wajah, menyembunyikan tangisnya.

“Awakku wes ruh kabeh, wes krungu opo seng diomongno bedes iko,” ucap Kuswanoto datar.

Sri seketika berbalik dan memeluk Kuswanoto.

“Aku ndak tahu harus berbuat apa kang, aku hanya seorang janda, dan aku tak berani menolak apa yang dia berikan dan apa yang dia inginkan, kalau sampai dia mengusirku dari sini bagaimana aku dan Aji kang,” ucap Sri dalam isak.

“Halah wedi men, ngomongo nek temu bedes iko! Opo kate tak bongkar kiabeh rahasiane hah! Ben uwong sekampung do weroh!”

“Jangan kang, jangan … aku tidak mau orang sekampung juga tahu apa yang aku lakukan,” ucap Sri menggeleng tak setuju apa yang akan di lakukan Kuswanoto.

“Iyo yo, ko yo ngrembet-ngrembet neng awakku mbaran, wedos ane!” gumam Kuswanoto.

“Lha terus piye?” tanya Kuswanoto.

“Biarlah kang, aku harus melayani dia, sementara aku juga akan selalu menunggu kedatangan kakang,”Sri mengusap air matanya.

“Asu ancene kok!” maki Kuswanoto.

Kuswanoto menunduk menatap wajah Sri, mengusap air mata janda semlohek berambut panjang itu, lalu kembali memeluknya.

“Bu, siapa pakde ini.” Ucap seorang anak kecil yang berdiri di depan pintu.

“Segera Sri menggendong dan membawa kembali anak itu ke kamarnya.

“Kenapa kamu bangun le?”

“Aji terbangun sebab mendengar ibu bertengakar dengan pakde itu,” jawab anak itu polos.

“Sudah kamu kembali tidur ya, Ibu ndak bertengakar dengan pakde itu.”

Malam sudah begitu larut, rumah itu terlihat gelap sudah, menyisakan satu lampu kecil yang menerangi dapur.

Kuswanoto menerima sarung pemberian Sri, sarungnya yang khusus dia tinggal di rumah ini, benda yang menjadi saksi bahwa Kuswanoto juga telah menghangatkan malam-malam janda yang bada di ujung kampung.

Suara itu mendadak menjadi gelap, setelah Kuswanoto mematikannya, tanpa mereka sadari ada langkah-langkah kecil yang berjingkat mendekat ke pintu, di mana Kuswanoto mulai melepas jarik yang dikenakan Sri.


PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search