BIBIT, BEBET, BOBOT DALAM MASYARAKAT JAWA
Jatuh cinta? Bagaimana rasanya? Dunia
terasa indah, ‘kan?
Sejak mengenalnya, semakin dekat
dengannya, semua serba indah dirasa. Begitulah kata orang.
Apa yang membuatmu menjatuhkan rasa suka
kepadanya? Karena parasnya, karena kebaikannya, atau malah karena bempernya? He
he he. Bila kamu memilih yang ketiga artinya sama seperti pakde dulu pas masih
muda. Hiks.
Ciri-ciri mana yang kamu suka?
Rangkung. Perempuan
dengan badan tinggi kurang berisi.
Lenjang. Perempuan
dengan badan kurus tetapi panjang.
Lecir. Perempuan
dengan perawakan tinggi berisi.
Sengah. Perempuan ini
memiliki wajah yang bulat, enak dipandang.
Gendruk. Perempuan
dengan badan besar yang kendor tetapi berisi.
Wire. Perempuan
dengan badan kecil kurus.
Srenteg. Perempuan dengan
badan besar kurang tinggi tetapi berisi dan kencang.
Seded. Perempuan yang
memiliki badan tinggi, gemuk, dikatakan sembada.
Banyak hal yang membuat kita suka dan
semua itu hanya terpaku kepadanya. Intinya kamu suka kepadanya. “Terserah kata
orang dia itu begini, dia itu begitu. Pokoknya aku tetap suka kepadanya, titik!”
Paras, kebaikan, atau bahkan ukuran
bemper, merupakan salah satu alasan buatmu mencintainya.
Ada satu perempuan yang kamu suka, akan
tetapi kamu tak menggubrisnya meski ia anak seorang penjahat?
Atau Pakde sering menjumpai seorang pria
mencintai perempuan yang bertangan cacat dengan alasan kebaikan hatinya.
Ada juga pria yang tergila-gila serta
menyatakan isi hatinya hanya dengan melihat ukuran bemper yang berukuran wah!
Semua tidak ada salahnya.
Anggaplah kalian hubungan kalian
berlanjut hingga pernikahan, lalu umur rumah tangga tak berlangsung lama. Talak
telah jatuh dan semua berakhir.
Banyak faktor yang mempengaruhi itu
semua. Hidup tak seindah yang dibayangkan dulu, impitan ekonomi bagi yang hidup
pas-pasan, sifat serta prinsip yang bertentangan, kebiasaan yang kurang
sepadan, dan masih banyak hal lain yang gagal untuk disatukan.
Memilih pasangan bukan seperti membeli
boneka. Ada banyak hal yang harus menjadi pertimbangan untuk pria agar mencapai
satu tujuan hidup, bahagia.
Apa kemudian kata orang tua? “Makanya,
Le. Kalau memilih istri itu harus ditimbang dulu bibit, bebet, dan bobotnya.”
Andai itu dikatakan dari awal, maka tak
akan terjadi penyesalan dikemudian hari. Ada benarnya kini setelah kalian
berpisah dan terlebih kesal melanda saat melihat sang mantan telah bersanding
dengan orang lain, tetapi semua kata orang tua tak akan pernah kalian dengar
karena hanya akan merusak indahnya dunia yang kalian rasa saat awal-awal
mencintainya dulu.
Masih ingat dengan nasihat orang tua
bagi anaknya untuk memilih bibit, bebet, bobot bagi anaknya? Bukan tanpa alasan
mereka mengatakan itu. Kenapa itu sampai terucap dari orang tua kita? Ya,
karena mereka sudah lebih dulu melewati masa di mana mereka harus memilih dan
menentukan pasangan untuk menemani hidup mereka.
Beda dengan sekarang, Pakde melihat
banyak anak-anak muda sekarang sudah meninggalkan itu. “Ah, Hari gini masih saja pakai yang begituan, Pakde. Cerai ya nikah
lagi. Begitu saja kok repot, Pakde!”
Eh, Wedos! Artinya kamu akan mengulang
lagi dari awal untuk menentukan pasangan toh? Iya toh? Terus menikah lagi
dengan perempuan yang bempernya gede. Punya anak satu lalu terjadi perselisihan
dan berakhir perceraian lagi. Begitu?
“Ya
nikah lagi, Pakde! Wong lanang menang milih!”
Terus saja begitu maka kamu akan semakin
jauh dari tujuan hidup dalam berumah tangga.
“Terus
aku mau pilih yang bagaimana? Anak kiai? Nanti yang ada aku disuruh sarungan
dan bertasbih terus? Malas kalau anak petani. Paling juga hidup kami tak beda
dengan bapaknya. Hanya bekerja di sawah. Apalagi punya mertua kayak Pakde.
Males!”
Eh, Wedos! Itu kamu sudah belajar untuk
meraba yang namanya bibit. Benar apa katamu. Kamu berhak untuk memilah
keturunan dari calon istrimu.
Pakde kasih tahu, ya. Bibit atau
keturunan yang baik menurut orang Jawa dengan melihat status keluarganya ada
enam.
BOBOT.
Yang pertama jelas keturunan orang luhur
yang memiliki derajat tinggi.
Trahing
pro luhur ingkang taksih kadrajatan. Keluarga dengan derajat tinggi terbiasa
memiliki kedisiplinan serta watak untuk berbuat baik dengan maksud untuk
melindungi derajat keluarganya. Para orang tua dengan derajat tinggi akan
membiasakan untuk menegur anaknya bila dirasa akan menodai sebuah derajat
keluarga. Tak heran bila Tak heran bila anak-anak mereka tak pernah melakukan
hal yang aneh-aneh.
Kedua. Hal serupa juga diturunkan kepada
anak-anaknya bagi keluarga para Alim Ulama yang terlahir dari trahing poro pandhito.
Trahing
poro linangkung ing olah pangawikaning budi dhateng kalimpatan utawi kawicaksanan. Keturunan orang
kaya yang memiliki budi yang baik serta bijaksana. Keluarga seperti ini jelas
menanamkan sifat bijaksana serta sifat budi pekerti, masuk dalam keturunan
ketiga.
Keempat. Trahing para pinter atau keturunan orang pintar.
Kelima. Trahing prawiro atau keturunan prajurit.
Dan yang terakhir trahing poro tani ingkang wekel sarto temening manah. Keturunan
para tani yang rajin serta tulus hatinya. Jangan dikira para petani yang kamu
maksud tadi tidak termasuk dalam Trah Jawa yang bisa dijadikan sebagai sarat
pertama dalam memilih pasangan atau bibit.
Sudah bisa menentukan dia dari keluarga
yang mana? Sayangnya hampir rata-rata orang tua mulai dari yang pertama hingga
yang keenam mendidik anak-anaknya dengan baik. Ya bagus. Dengan begitu banyak
pilihan yang akan mempermudah untukmu memilih pasangan.
BEBET.
Untuk yang ini bisa diartikan harta
benda dari perempuan yang akan kamu nikahi.
Tidak sedikit loh hancurnya rumah tangga
hanya karena saling ungkit harta nyang dibawa dari pihak masing-masing. Apalagi
bila perempuan itu sudah memiliki kekayaan dan terkadang saat terjadi
perselisihan ia gunakan untuk menyudutkanmu.
“Cari
yang miskin saja kalau begitu. Jadi enak sewaktu terjadi pertengkaran dan
mengusirnya. La wong semua harta di rumahku itu dari saya kok.”
Sak karepmulah, Wedos!
Maksud Pakde perempuan yang pekerjaan
dan harta yang dibawa sewaktu menikah tak melebihi yang dimiliki darimu. Banyak
kasus yang sudah Pakde katakan di atas sering terjadi.
“Wong
lanang gur modal manuk tok! Kerjo asile gak mbejaji! Opo-opo soko wong wedok!
Kolor anak ora wong wedok seng nukokno gak koloran! Gek opo iku!”
Lah! Kok malah membayangkan Mbokdemu,
ya.
Tetapi itu nyata. Pakde sering mendengar
keluhan teman Pakde yang mengalami kasus begitu.
BIBIT.
Pemilihan perempuan berdasarkan
kecantikan dan kemampuannya. Kemampuan dalam hal apa hayo?
“Perempuan yang cantik itu pokoknya
bibit yang baik untuk memperbaiki keturunan, Pakde.”
Kalau gemuk bagaimana? He he he.
“Tidak cantik. Cantik itu perempuan yang
tidak pakai skincare, Pakde.”
Kok begitu?
“Ya nanti ujung-ujungnya ribut lagi gara-gara
tak punya uang malah minta dibelikan skincare.”
Masuk!
Tapi tak semudah itu untuk menentukan
bibit untuk pasangan hidup. Cantik itu beragam dan bukan hanya yang cukup
dengan kata ayu.
Dalam orang Jawa, cantik bisa dilihat
bukan hanya dari paras, tetapi mencakup watak, cara bicara, tetapi juga
kesabaran, dan itu akan kita pilih untuk menjadi pasangan hidup.
Lalu yang bagaimana cantik menurut orang
Jawa?
Ada beberapa ciri-ciri yang mudah
dilihat dan ini menurut dan pakde akan menempatkan perempuan.
Sumeh di urutan nomor
pertama. Sumeh, merupakan tanda perempuan tersebut sabar.
Untuk urusan ranjang. Ada Warni
Bongoh. Perempuan yang
memiliki tubuh gemuk, banyak dagingnya, memiliki rasa yang luas.
Perempuan seperti itu dapat membuka
jalan yang nyaman untuk berhubungan badan. Bukankah salah satu untuk
terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga urusan ini tak bisa dilepaskan? Ya,
banyak yang berpisah hanya urusan tidak puas dalam urusan ranjang.
Ndemenaken. Perempuan seperti ini raut mukanya
menarik diiringi cara bicaranya yang lancar. Menandai hati yang senang dapat
membuka kedekatan satu sama lain. Jelas ini penting untuk mendiskusikan satu
masalah agar tercapainya solusi rumah tangga. Bagaimana mau berdiskusi kalau
sedikit-sedikit mengambek jadi tak tahu apa maksud dari kemauannya.
Luwes. Perempuan ini
memiliki tutur kata serta tingkah laku yang halus. Jelas ini menjadi perhatian
penting untuk dinilai dan masuk ke dalam bibit yang baik.
Gandes. Tutur kata dan tingkah lakunya penuh
asih.
Kewes. Perempuan ini
cekatan, pintar berbicara.
Demes. Perempuan
dengan sikap sopan dan tenang dalam berbicara.
Merak ati. Bicaranya yang
enak didengar.
Manis. Perempuan ini
senang bercanda dan indah matanya.
Susila. Perempuan
dengan kelancaran bicaranya dan tindak tanduknya menandakan budi suka menerima.
Jatmiko. Perempuan yang bisa meneduhkan serta
mengemong, memberi nasihat. Jelas ini bisa membuat beningnya hati.
Dlongeh. Perempuan
dengan penuh kesederhanaan. Memiliki watak baik serta murah hati. Tindak-tanduknya
menarik hati serta sederhana. Perempuan seperti ini sangat menarik untuk dilihat tingkah-lakunya.
Sudah dapat kriterianya?
Ada baiknya sebagai suami juga harus
memiliki sikap setelah berumah tangga agar bisa mengarungi luasnya samudra
rumah tangga.
Maunya mencari pasangan yang sempurna
seperti yang di atas, tetapi tidak mengindahkan beberapa sikap yang harus
dilakoni.
“Lelaki memang mau menangnya sendiri.”
Tidak juga, lelaki baik sangat mudah
ditemukan, lelaki yang memiliki watak seperti di bawah ini.
Gemi. Lelaki yang tidak
boros, hemat. Seorang suami harus memiliki sifat gemi demi menjaga keberlangsungan
ekonomi keluarganya. Uang yang diberikan kepada istri sebaiknya jangan
digunakan untuk hal yang tidak penting, dibelanjakan dengan bijak sesuai
kebutuhan rumah tangga menurut istri.
Orang zaman dulu memang begitu.
Seberapa-berapa uang itu bruk sama istri. Paling-paling hanya meminta untuk
membeli tembakau lintingan saja.
Rigen. Artinya membuat nyaman. Kenyamanan dalam
suatu hubungan suami istri sangat diperlukan. Pasangan suami istri yang saling
merasa nyaman akan lebih awet dalam berhubungan.
Nastiti. Tidak menyepelekan suatu urusan.
Mugen. Bisa dipercaya.
Sangat penting menjadi seorang suami yang dapat dipercaya.
Tengen. Tidak membuat kecewa.
Titi. Tidak boleh ceroboh.
Semua watak dan sikap baik dari istri
dan suami bila disatukan akan membentuk Sawando saeko proyo lan sajiwo. Berarti
serupa, sewarna, harapannya mau bersatu badannya. Dapat menjaga badan pasangan
seperti badannya sendiri dan menyatu budinya, harapannya memiliki kemampuan
untuk bersatu dengan pasangan setulus-tulusnya, bersatunya nyawa, harapannya
memiliki pemahaman terhadap pasangan diibaratkan nyawanya sendiri.
No comments:
Post a Comment