Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

CERKAK TRAGEDI KUTANG BAB 7

BAB 7
 

Asap masih mengepul tipis. Lampu panjar masih menyala.

Sugito terus mengarahkan senter ke segala arah.

Kresek!

Krak!

Makin sigap dia saat mendengar suara ranting terinjak. Dengan merapatkan tangan, sorot senter jauh menyapu apa saja yang ada di pertigaan jalan.

Tanpa dia sadari, satu sosok ada di belakangnya, melakukan hal sama. Hingga bokong saling berbenturan.

"Wa!"

"Akh!"

"Asu!"

"Ngeget-ngegeti bae lah! Nangapa sih melung-melung!" (Buat kaget saja! Ada apa teriak-teriak!), hardik Saimun.

"Sampean, itu! Kenapa tiba-tiba ada di belakangku, ha!"

"Kang Noto sih reng endi?" (Kang Noto ke mana?).

"Kok tanya saya."

"La kepriwe sih, Rika. Mbok Rika, mau sing keri. Nyong sih wis ura kuat, wedi temenan." (La bagaimana sih, Anda. Bukannya Anda, yang belakang. Saya sudah tidak kuat, sungguh takut).

"Itu tadi apa ya, Kang. Genderuwo atau apa, ya?"

"Mbuh. Pokok medeni. Jantunge nyong kiye. Demek, demek. Jedak-jeduk kaya wis ngajak koploan. Wis ura maning-maning wis." (Entah. Pokoknya menakutkan. Jantung saya ini. Pegang, pegang. Jeduk-jeduk seperti mengajak koplo. Sudah jangan lagi-lagi).

"Wis ngenteni reng kene bae lah, ura usah mider-mider. Mendah Kang Noto ura nyusul mengene." (Sudah tunggu di sana saja, tidak usah keliling. Masak iya Kang Noto tidak ke sini).

****

Pukul 04.17.29.

Keduanya masih terjaga, pikiran mereka tertuju kepada Kuswanoto.

"Asem. Paling Kang Noto sudah kelon dengan Yuk War di rumah."

"Ngandel ura. Ya, kayak kuwe. Nyong we mikir kayak kuwe." (Percaya tidak. Ya, seperti itu. Saya pikir seperti itu).

Keduanya beradu punggung seraya terus mengarahkan sorot senter yang tak lagi berniat menyinari, sudah redup.

"Nek kayak kiye carane, seng ronda agi dewe wong lara." (Kalau seperti ini, yang ronda tinggal kita berdua).

"Mulih bae apa kpriwe yoh." (Pulang saja apa, ya).

"Pulang? Belum jam lima ini," balas Sugito, terus memainkan senter yang sinarnya hanya mampu sejauh jempol kakinya saja.

"Sst!"

"Apa maning?" (Apa lagi?)

"Sst!"

"Iya. Nangapa sih!" (Iya. Ada apa sih!).

"Itu ..."

"Itu ...."

"Ita itu apa? Nangapa!" (Ita itu apa? Kenapa!).

"Itu ada orang, Kang." Sugito terus memperhatikan sosok hitam yang keluar dari setapak menuju selatan.

"Ya, ben! Demit lewat mbok! Aja muni seng aneh-ane. Dewe wis wawuh ambi demit mbok?" (Ya, biar! Hantu lewat mungkin! Jangan bicara yang aneh-aneh. Kita sudah berdamai dengan hantu, 'kan?).

"Itu seperti orang berjalan, membawa sesuatu."

"Temenan kuwe!" (Sungguh!).

Keduanya serempak mengarahkan senter ke arah yang dimaksud oleh Sugito.

Sinar terjauh hanya jatuh selangkah di depan mereka, itu senter milik Saimun, sementara milik Sugito, hanya menjulurkan lidah. Wek!

Pet!

"Wah. Habis setrumnya, Kang Mun."

"Sudah ayo, kita tangkap saja. Aku yakin itu pasti pencurinya."

"Nguyak maning?" (Mengejar lagi?). Saimun garuk-garuk kepala.

"Ya iya, Kang! Ayo sekarang!"

Wer!

Wus!

Sugito yang sedikit bernyali langsung berlari meninggalkan Saimun.

"Alah jabang bayik! Nyong ditinggal maning! Kang!" (Jabang bayi! Saya ditinggal lagi! Kang!).

Wer!

Wuing!

Saimun mengeluarkan jurus Saipi Angin untuk mengejar Sugito.

****

Pukul. 04.30.44.

Sugito terus menyelinap dari satu pohon ke pohon lainnya.

Sosok yang diikuti terus melangkah tergesa, sesekali dia menoleh ke belakang, merasa ada yang mengikuti. "Sepertinya ada yang mengikutiku," batinnya.

Bergegas sosok dengan satu buntalan mempercepat langkah.

Mengetahui itu, Sugito terus mencoba makin mendekat dari balik pepohonan.

Sosok itu kembali berhenti, menoleh ke belakang. Tak lama kemudian dia segera berlari.

Tak mau mengundang kecurigaan, Sugito juga berlari tanpa berteriak. "Pokoknya harus aku buntuti terus orang itu. Aku mau lihat, sebenarnya siapa dia."

Sugito memutuskan untuk keluar dari persembunyiannya, saat sosok itu mulai tak tampak di hadapannya.

Tanpa pikir dua kali, Sugito berlari mencoba untuk mengejarnya.

Empat puluh meter terhitung, sosok itu terus berlari dalam kejar Sugito.

Wer!

Wus!

Melesat cepat.

Wer!

Wes!

Sugito tak mau kalah, cepat mengejar.

Kejar-kejaran dalam jalanan gelap terjadi, membentuk dua sosok hitam saling adu cepat.

"Tak akan lagi aku lepas kamu pencuri sialan!" seru Sugito dalam hati.

Terus mengejar.

Wes!

Wuing!

Yang di depan terus berlari.

Wes!

Wuing!

****

Sugito menghentikan langkah saat didapati sosok itu masuk ke dalam rumah.

"Ha? Apa tidak salah yang aku lihat?" Sugito baru tersadar saat dia mengenal betul rumah yang tak jauh di depannya.

Sosok itu masuk melalui pintu depan.

****

Pukul 05.01.47.

Ting! (Notifikasi WA).

Ting! (Notifikasi WA).

Ting! (Notifikasi WA).

Ting! (Notifikasi WA).

Ting! (Notifikasi WA).

Di rumah lain.

Ting! (Notifikasi WA).

Di sebuah dapur.

Ting! (Notifikasi WA).

Di bawah bantal.

Ting! (Notifikasi WA).

Di atas sebuah meja.

Ting! (Notifikasi WA).

Di dalam kamar mandi.

Ting! (Notifikasi WA).

Bahkan juga berbunyi di dalam bilik kakus cemplung. Tampak seseorang sedang jongkok di sana.

Ting! (Notifikasi WA).

"Opo neh iki? Gak roh wong jek ngiseng opo." (Apa lagi ini? Tidak tahu orang lagi berak apa).

Beberapa pesan tersebar dalam waktu singkat.

'Mohon berkumpul di gardu ronda pagi ini. Pencuri yang meresahkan warga sudah diketahui'.

Puluhan pesan masuk dalam waktu bersamaan. Kokok ayam nyaris kalah dengan bunyi notifikasi. Tiap sudut kampung akan selalu terdengar bunyi.

Ting!

'Mohon berkumpul di gardu ronda pagi ini. Pencuri yang meresahkan warga sudah diketahui'. (Pesan diteruskan).

Ting! (Notifikasi WA).

Ting! (Notifikasi WA).

****

Pukul 06.15.08.

Puluhan warga sudah berkumpul di depan gardu ronda. Mereka saling menunjukkan layar HP, berbunyi pesan yang saling diteruskan.

"Aku baru buka WA, dan mendapat kiriman dari Birin."

"Sama. Aku juga dapat WA dari Sugiono."

"La, ini. Aku juga dapat WA dari Beno."

"Lalu siapa yang kirim pesan pertama kali, ha?"

Semua masih terlibat bisik dan saling duga akan siapa pelaku pengirim pesan berantai saling meneruskan.

Samamudin dan Sugito hadir dengan satu motor.

"Ayo, Bapak-bapak. Kita langsung saja ke sana!"

"Ke mana? Sebenarnya siapa pelakunya!"

"Pokoknya kalian ikuti kami!" seru Samamudin tanpa turun dari motor, dan langsung berbelok arah, diikuti puluhan warga yang sudah tumbuh tanduk di kepalanya.

BERSAMBUNG

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search