CERKAK DUKUN VERSI 2.0 BAB 6

BAB 6
Lampu-lampu sudah terpasang di bawah tenda tiga kaveling. Tampak beberapa orang duduk di kursi, menyisakan beberapa kursi lain yang terlihat kosong.
Kuswanoto mondar-mandir dengan panadon serta udeng wulung. Sang dukun gelisah.
Azan isya baru saja selesai dikumandangkan. Tak seperti bayangnya, akan datang berduyun-duyun warga seraya mengajak anak-anak mereka untuk dimandikan dalam acara Suroan.
"Dua ratus ribu. 'Kan sudah disampaikan oleh Kang Saimun," kata Sugito di bagian depan deret kursi untuk mengingatkan kembali peraturan Suroan yang digelar malam ini.
"O? Tidak terima uang tunai. Harus transfer ke rekening Mbah Dukun, Kang," tambahnya lagi.
"Kenapa harus transfer toh? 'Kan lebih mudah begini." Tampak satu lelaki dengan memegang sesuatu dalam balut kain putih.
"Wah, bagaimana ya? Permintaan dukunnya begitu soalnya, Kang," kata Sugito dengan blangkon menghias kepala. Blangkon yang baru saja dibelikan Kuswanoto dengan menyuruh Saimun, dengan harga tak lebih dari tiga puluh ribu.
"Ya, sudah. Mana rekeningnya?"
"Ini, Kang."
Tak lama kemudian lelaki itu menunjukkan bukti berhasilnya transaksi transfer dana.
"Ya, Kang. terima kasih. Silakan duduk di tempat yang disediakan."
"Selanjutnya!" teriak Sugito kepada tiga lelaki yang berdiri mengantre.
"Ini rekeningnya," kata Sugito kepada satu lelaki lain berbaju lurik.
"Selanjutnya!"
****
Di Masjid.
"Pak Rete?"
"Eh, iya. Ada apa, Din?"
"Mana Bapak-bapaknya? Apa semua pindah ke rumah Kang Noto? Yang datang hanya ibu-ibunya saja."
"Entah, Din. Kita tunggu sebentar lagi. Mungkin mereka sedang dalam perjalanan." Jelas terlihat raut gelisah di wajah Pak RT.
Sementara di dalam Masjid. Duduk bersila beberapa laki-laki. Terlihat Solikin mulai membuka tirai penyekat makmum perempuan.
"Entah, Yuk. Sudah aku bilang. Eh, malah ngeyel memilih untuk pergi lek-lekan di rumah Kang Noto."
"Sama. Suamiku juga, malah terlihat membawa keris yang dibungkus kain begitu, Yuk."
Terdengar cakap tentang para suami yang memilih pergi Suroan ke rumah Kuswanoto, ketimbang mendengar ceramah Ustaz Sopyan.
Terlihat Pak RT masuk dengan cemas. "Apa kita masih mau menunggu yang lain, Ustaz?"
Ustaz Sopyan menghembuskan napas panjang, lalu melihat jam kerepyak di tangan. "Tidak apa-apa. Tidak usah berkecil hati kalau acara pengajian malam ini sedikit sepi dibanding yang sudah-sudah. Tidak apa-apa." Masih, selalu mencoba bersabar menenangkan Pak RT.
"Apa langsung saja kita mulai, Ustaz?"
Ustaz Sopyan mengangguk, setelah yakin tidak ada lagi jemaah yang datang.
****
Kembali ke halaman rumah Kuswanoto.
Gelisah Kuswanoto sirna, setelah tadi beberapa kali di keluar masuk rumah. Melebihi jumlah jemaah yang ada di dalam Masjid.
"Jam berapa Mbah acara jamasan dimulai," bisik Sugito setelah tak ada lagi orang yang mendaftar untuk ikut Gebyar Suroan.
"Wes jam piro iki." (Sudah jam berapa ini). Kuswanoto meraih HP di kolor gombroh.
"Sebentar lagi."
Sesampainya di dalam, tampak lengser besar yang sudah ditata kembang telon. (kembang telon/ bunga tiga rupa, tiga jenis).
Tepat seperti waktu yang diminta, Saimun dan Sugito mempersilakan semua yang hadir untuk meletakkan pusaka yang dibawa untuk dibacakan mantra terlebih dahulu oleh sang dukun. Sebelum akhirnya akan kembali dibawa keluar ke sisi halaman terbuka untuk ritual jamasan.
Klutik.
Sebilah keris tanpa warangka.
Tik!
Batu akik.
Dik!
Keris kecil menyerupai perut Semar.
"Dipersilakan bagi Bapak-bapak yang akan melakukan jamasan pusaka untuk meletakkannya di dalam terlebih dahulu," kata Sugito bak panitia among tamu.
Sementara Saimun yang juga mengenakan ikat kepala putih bak pendekar, terlihat sibuk menggelar tikar, menyiapkan segala keperluan yang dia beli di pasar tadi siang.
"Tidak usah berebut! Semua pusaka pasti akan dijamas oleh Mbah Dukun!" Suara Sugito tertelan pengunjung yang berebut untuk lebih dulu meletakkan pusaka di lengser besar yang ada di hadapan Kuswanoto.
Sebagian saling impit di ambang pintu, ada yang masuk, ada yang keluar, bak warga yang berebut kupon sembako.
"Gak usah dorong-dorongan tah lah!" (Jangan saling dorong kenapa!). seru Kuswanoto saat tubuhnya nyaris terjengkang begitu ada satu pengunjung yang juga terdorong dari belakang.
"Alon-alon ae ginio!" (Pelan-pelan saja!).
"Aku dulu!"
"Aku, 'kan masuk lebih dulu!"
"Jangan dorong-dorong woi!" teriak yang lain.
"Sabar! Sabar!"
"Awas minggir, kasih jalan! Ini orang tua woi!" Malah kisruh terjadi di dalam rumah.
"Aku loh orang pertama yang daftar!"
Klutik!
Dek!
Tik!
Deng!
Ada yang setengah melempar hingga menimbulkan suara keras.
"Wes! Wes! Wes!" (Sudah! Sudah! Sudah!).
"Rong ronde ae nek ngene iki corone!" (Dua ronde saja kalau begini caranya!).
"Loh? Bagaimana dua ronde, Mbah?"
"Mangkane! Gak usah kemruyuk koyok ngene! Do gak toto doan!" (Makanya jangan berebut begini! Tidak punya aturan semua!).
Baru semua perlahan-lahan meletakan pusaka, sebagian kembali sopan meninggalkan ruangan.
****
Suasana hening di Masjid.
"... Demikianlah yang bisa kita ambil dari bulan Muharam." Ustaz Sopyan melanjutkan ceramah di ujung acara dengan kembali mengingatkan apa yang telah dia sampaikan tadi di tema ceramah akan peristiwa penting bulan Muharam.
"Jadi apa, Bapak-bapak, Ibu-ibu, peristiwa besar yang terjadi di bulan Muharam?"
"Yang pertama adalah, Nabi Adam bertobat kepada Allah setelah dikeluarkan dari surga. Allah lalu menerima tobat dan ampunan Nabi Adam Alai Salam."
"Yang kedua, berlabuhnya kapal Nabi Nuh di bukit Zuhdi, setelah Allah murka, dengan mengirimkan banjir bah, atas umat Nabi Nuh yang durhaka."
"Yang ketiga apa, Bapak-bapak dan Ibu-ibu?" Semua terdiam, mencoba mengingat isi ceramah Ustaz Sopyan.
"Ya, selamatnya Nabi Ibrahim dari apa?" lanjutnya.
"Siksa api Namrud, Ustaz," ucap Solikin yang masih hafal salah satu peristiwa bulan Muharam.
"Betul. Allah menyelamatkan Nabi Ibrahim dari siksa api Raja Namrud. Nabi dihukum karena telah berani merusak berhala-berhala yang disembah oleh Raja Namrud dan pengikutnya. Keberanian Nabi Ibrahim memenggal kepala-kepala berhala dengan kampak dan menggantung kampak di leher berhala terbesar di salah satu kuil milik Raja Namrud."
"Selanjutnya ada, Nabi Yusuf yang dibebaskan dari penjara Mesir karena dituduh telah melakukan perbuatan hina dan tercela kepada Zulaikah. Walau kenyataannya Zulikah sendiri yang telah menggoda Nabi Yusuf akibat ketampanan yang dimiliki.
"Kelima, satu peristiwa besar yang juga terjadi di bulan Asyura, Suro, atau Muharam adalah, Nabi Yunus keluar dari perut ikan paus, setelah meninggalkan kaumnya akibat ingkar."
"Lalu ada Nabi Ayub yang disembuhkan oleh Allah dari penyakit kulit yang menjijikkan."
"Di bulan Muharam juga telah terjadi satu peristiwa di mana Nabi Musa selamat dari pengejaran Firaun yang memperbudak bani Israil. Celakanya waktu itu, Nabi Musa dan kaumnya terjebak di Laut Merah. Atas kuasa Allah, laut Merah terbelah, Nabi Musa dan kaumnya dapat melintas, dan menenggelamkan Firaun beserta pengikutnya, dengan cara Allah yang kembali menutup laut yang terbelah tadi."
"Ada banyak hikmah yang bisa kita ambil di bulan Muharam. Peristiwa besar yang nabi Allah alami. Bulan yang sebagian orang menganggapnya bulan keramat."
Sejenak Ustaz Sopyan meraih gelas berisi air putih. Tampak salah satu majelis perempuan, duduk bersimpuh di antaranya adalah Warsinah.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment