Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

CERKAK INGKUNG

 


CERKAK INGKUNG

Hujan kembali turun dengan lebatnya saat Kuswanoto baru saja sampai di kantor desa. Buru-buru dia mendorong motor di tempat biasa.

Angin datang menderu dengan menerbangkan butir halus tempias hujan.

Klik!

Ruangan mendadak terang.

"Angger wayah bengi pesti udan! Nggateli tenan kok!" (Kalau malam pasti hujan!), rutuknya dengan melepas jaket.

Bres!

Mengibaskan jaket, lalu menggantungnya di sebuah paku menancap, dan berganti meraih sarung yang biasa dia gunakan untuk menahan dingin malam kala melaksanakan tugas jaga.

Tak ada yang bisa diperbuat selain mendekam di ruangan ini, atau kalau mau ke gedung kantor dengan masuk melalui lorong yang diapit toilet.

"Nguripi lampu kantor sek, nembe cetingan mbek cintaku." (Menyalakan lampu kantor dulu, baru berbalas pesan dengan cintaku).

****

Krek.

Pintu terbuka.

Kuswanoto langsung menancapkan stopkontak WIFI yang memang terpasang tak jauh dari pintu belakang.

Klik!

Ruangan berpendar, terang seketika.

Klik!

Dua buah lampu di teras atas juga menyala kini.

Satu tangga yang menuju ruangan Pak Kades, juga ruangan Sekdes. Kuswanoto meniti tangga menuju ke sana.

Klik!

Hanya ada sofa dan meja tamu di depan dua ruangan yang saling berdampingan. Buru-buru Kuswanoto melangkah untuk kembali meniti turun.

Cesh!

Sejenak langkahnya tertahan saat semerbak wangi melati menyeruak tajam di hidungnya.

"Gak usah macem-macem! Awakku gak wedi!" (Tidak usah macam-macam. Aku tak takut!). Masih berdiri di satu anak tangga, membuat Kuswanoto terlihat setengah badan kalau dilihat dari ruangan ujung.

Tak ada suara tawa atau benda bergeser.

"Tukang nulis cerito horor kate mbok weden-wedeni. Gak mempan!" (Penulis cerita horor mau kamu takut-takuti. Tidak mempan!), katanya dengan mengarah pintu ruangan Sekdes, ada di sebelah ujung sisi kanan.

Cesh!

Kembali ruangan dibuat semerbak wangi melati.

"Opo iyo ruangane iki ono medine?" (Apa iya ruangan ini ada hantunya?). Terbersit tanya dalam hati. Empat tahun terhitung Kuswanoto bekerja menjadi penjaga malam kantor desa, dan baru kali ini dia mencium aroma melati yang membuatnya sedikit merinding.

Cesh!

Kembali tercium aroma melati.

Bukannya turun, Kuswanoto justru melangkah kembali untuk memeriksa ruangan Sekdes. Dia yakin sekali sumber wangi itu berasal dari sana.

Glek! Glek!

Kuswanoto dipercaya untuk memegang semua kunci ruangan yang ada di kantor desa, jadi mudah baginya untuk membuka pintu ruangan Sekdes.

Krek.

Pintu kaca terbuka.

Klik!

Ruangan sontak terang dengan ujung jari Kuswanoto masih melekat di catu stop kontak.

Tak ada yang aneh. Hanya tumpukan kertas, juga satu laptop.

"Gak usah pisan-pisan kate ngedeni awakku! Awaku ki dipercoyo njogo kantor mergo awakku ki wonge kendel! Metu nek kate adep-adepan kambek awakku!" (Tidak usah sekali-kali menakutiku! Aku ini dipercaya jaga kantor sebab aku ini pemberani! Keluar kalau mau berhadapan denganku!).

Cesh!

Entah mengapa selalu diawali dengan suara itu, tak lama kemudian tercium aroma menakutkan.

Tep!

Kuswanoto menutup laptop Sekdes yang terbuka. Matanya menyapu ke segenap ruangan ini untuk menangkap satu gerak mencurigakan atau satu penampakan.

"Halah. Medi opo yo wani ngadepi awakku, he? Opo tak pingin tak ketak ndase." (Halah. Hantu apa iya berani berhadapan denganku, he? Apa ingin aku jitak kepalanya).

Lalu melangkah keluar setelah memastikan tak ada satu penampakan yang menakutkan.

Glek!

Mengunci kembali ruangan.

Terlintas untuk memeriksa ruangan Pak Kades.

Kuswanoto langsung memasukkan anak kunci dan tak lama kemudian pintu terbuka.

Krek.

Klik!

Sama, tak ada sosok yang duduk membelakangi di kursi putar Pak Kades. Tak ada lukisan menyeramkan terpasang di dinding, hanya deret struktur pemerintahan desa dengan foto Kuswanoto paling bawah, bersanding dengan foto Agus sebagai OB.

Merasa aman, Kuswanoto memilih untuk segera meninggalkan ruangan atas, tetapi.

Cesh!

Kembali langkahnya terhenti saat jelas menangkap suara dari atas, nyaris tak jauh dari jam dinding.

Satu lampu berkedip menandakan benda itu bekerja untuk terus menyemprotkan cairan wangi pengharum ruangan bertuliskan 'Stella'.

"Diancok! Iku to tibakno seng gawe brang-breng mambu melati! Joh njaran! Tuwas awakku wes keweden!" (Sialan! Itu ternyata yang membuat semerbak bau melati! Terlanjur aku sudah ketakutan!).

Ya, penyemprot ruangan otomatis dengan aroma kebun melati jelas terpasang di dinding juga sudah diset waktu semprotnya.

"Asu!" (Sialan!). Dengan merutuk Kuswanoto meniti anak tangga ke bawah.

"Tak kiro kuntilanak ambune!" (Tak kira kuntilanak dari baunya!).

"Kadung wes engkres gak wedi, tibakno gur pengharum ruangan." (Terlanjur sudah bergaya tak takut, ternyata hanya pengharum ruangan).

Masih terus menggerutu ketika sampai di lantai bawah.

Tep!

Ruangan mendadak gelap.

"Opo!" (Apa!).

"Mati lampu neh!" (Mati lampu lagi!).

Kuswanoto segera meraih Hp di saku celana.

Bermodal cahaya senter dia mencari satu lilin yang pernah dia simpan tak jauh dari sofa.

"Jane PLN ki lapo to kok senenge mati lampu angger wayah udah. Njalok diantemi tape tenan ncene!" (Kenapa PLN senangnya memadamkan lampu kalau cuaca hujan. Minta dilempari tapai memang!).

Jes!

Ujung lilin menyala kemudian.

Angin menderu, menerobos melalui lubang ventilasi.

Wes!

Krek.

Kencangnya angin membuat pintu sedikit terbuka. Buru-buru Kuswanoto kembali menutupnya.

Glek!

Bahkan kini menguncinya.

Memilih berbaring di sofa bermodal cahaya lilin. "Untung ae kuota internet ijek okeh." (Beruntung saja kuota internet masih banyak).

Melewati Aplikasi Youtube, Kuswanoto kemudian menuju aplikasi bergambar bola dunia.

Satu situs langganan dia tuju, hingga tak lama kemudian terdengar suara berisik. "Masuk, Dik! Keluar, Mas! Masuk, Dik! Keluar, Mas!"

Kuswanoto menarik sarung untuk makin membuatnya terbungkus saat dingin makin menyergap.

Pet!

Api lilin padam seketika, tetapi Kuswanoto yang terus terpaku di layar HP tak menyadari itu.

Terlihat dia sedikit mengusap kumisnya, dan seketika tersentak kaget setelah menyadari pintu kembali terbuka.

Lep!

Duar!

Satu petir menyambar di langit, membuat pintu di hadapannya seketika terang sesaat

"Alak masa Allah!" pekiknya.

Kuswanoto mengusap-usap kedua mata saat melihat satu sosok lelaki yang pernah dilihat dalam mimpi dulu.

"Bapak?"

Kuswanoto beranjak dengan wajah heran, lalu mendekat kepada sosok yang sangat mirip dengan mertuanya.

Sosok itu terlihat tersenyum dalam gelap kepada Kuswanoto.

Aneh. Meski gelap, tetapi Kuswanoto bisa melihat senyum yang selalu meneduhkan hati itu, juga diiringi menyeruak bau bunga kopi, sangat menusuk hidung.

"Ngger, Noto. Payuwun iro yekti bakal dikabulake dening Pangeran, nanging sarate mung siji, yo iku ingkung jago lan babon cacah limo las." (Anakku, Noto. Permintaanku bakal dikabulkan oleh Tuhan, tetapi saratnya hanya satu, yaitu ingkung ayam jago dan babon sebanyak lima belas).

"Menopo mboten margi sanes, Pak?" (Apa tidak ada jalan lain, Pak?). Pertanyaan sama yang pernah Kuswanoto ajukan.

"Ora." (Tidak).

"Kedah ingkun pitik nggeh, Pak?" (Harus ingkung ayam ya, Pak?).

"Iyo." (Iya).

"Menopo saget dipun sudo cacahipun, Pak. Menawi sedoso mawon nopo saget?" (Apa bisa dikurangi jumlahnya, Pak. Kalau sepuluh saja apa bisa?).

Tanpa menjawab sosok itu hilang seperti tersapu tempias hujan yang terbawa angin.

"Bapak?"

"Pak!"

"Bapak!"

"Pak!"

"Bapak!"

Sontak Kuswanoto terbangun saat mendengar dering alarm HP berbunyi.

Napasnya masih tersengal-sengal, lantas menatap ke atas. Lampu masih menyala dengan suara gerimis terdengar di atap.

"Lapo bapak terus nekani lewat impen. Petondo opo iki?" (Kenapa bapak terus mendatangi lewat mimpi. Pertanda apa ini?).

Kukuruyuk! Kukuruyuk!

Suara penyambut pagi terdengar saling bersahutan di kejauhan. Kuswanoto meraih HP dan melihat angka jam.

"Ah," desahnya masih berkutat dengan mimpi barusan.

"Awakku ngeyang sepuluh, tapi bapak kok gak mangsuli, yo." (Aku menawar sepuluh, tapi bapak kok tidak menjawab, ya).

"Opo tenan-tenan bapak njlok kirim dungo mbek ingkung mau?" (Apa benar bapak minta kirim doa dengan ingkung tadi?).

Kuswanoto masih belum beranjak. Pikirannya menerawang jauh akan arti mimpi kedatangan sosok mertuanya yang terus meminta ingkung ayam.

Akan hadir di Wattpad.

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search