MBAH SURO 9
Juragan Ngadiman sudah menjejak di
halaman pendopo Sumitro. hari keempat sudah, terhitung dia berangkat dari Waru
Telu. Sumitro tersenyum lebar seraya menyambut kedatangan sahabatnya ini.
“Angin apa yang membawa seorang
juragan Waru Telu kemari hah, hahahahaha,” Sumitro tergelak seraya
membentangkan tangannya.
“Tidak usah banyak basa-basi kakang!”
ucap juragan Ngadiman dengan raut kesal.
“Lo … lo … ada apa, ada apa, ayo …
ayo kita masuk, jauhnya perjalanan sepertinya mengubah suasana hatimu,” ucap
Sumitro dengan tangan mempersilahkan juragan Ngadiman untuk menuju pendopo.
“Kenapa juragan tak mengabari kalau
mau ke Jati songgo,” buka Sumitro lalu duduk bersila di hadapan juragan
Ngadiman.
“Beruntung Handaka mempunyai penawar
Sapta Wisyo Upas, kakang sudah gila hah! Jati Songgo dan Waru Telu tak pernah
mempunyai sejarah permusuhan kakang!” tegas juragan Ngadiman langsung mengarah
ke persoalan.
“Mbul … Timbul!” teriak Sumitro.
Tak lama berselang Timbul tergopoh
menghampiri Sumitro.
“Buatkan wedang buat tamuku,”
perintah Sumitro.
“Sendiko, Romo,” kata Timbul menerima
perintah itu, lalu surut mundur dan kembali ke pawon.
Sumitro yang mempunyai wajah hampir
mirip dengan mbah Suro terlihat hanya tersenyum lebar memandang juragan
Ngadiman.
“Dadi opo ceritone, juragan.” Sumitro
lalu mengeluarkan kelobot dari sakunya, menyodorkan ke hadapan juragan
Ngadiman.
“Ndak usah pura-pura kakang, Handaka
sudah menceritakan semua, sungguh aku tak menyangka, ternyata sahabatku sendiri
memiliki niat busuk!”
“Maafkan aku juragan, niat hatiku
tidaklah seperti itu,” datar ucap Sumitro.
“Maaf! Setelah Waru Telu saja menjadi
desa tak berpenghuni!” hardik juragan Ngadiman.
Sumitro hanya bisa diam, kalau bukan
juragan Ngadiman, sahabatnya, pasti Sumitro lebih murka di bentak begitu.
Timbul datang dengan lengser kecil
berisi dua gelas kopi deplok diatas lepek. Mengetahui tatapan Romo Sumitro,
Timbul segera berlalu, kehadirannya jelas tak dibutuhkan.
“Minumlah juragan, selera bercandamu
hilang,” suguh Sumitro dingin.
“Atau marahmu lebih di sebabkan karena Darti
kembali,” tambah Sumitro.
“Jangan mengalihkan pembicaraan
kakang,” desah juragan Ngadiman seraya mendekatkan wajahnya ke arah Sumitro.
“Dengan begitu kau gagal mendapatkan
cinta dukun itu, iya!” bentak Sumitro kini. Sumitro sangat tidak suka ada yang
membentaknya.
“Kamu dan aku sama juragan! Tanpa di
sadari, kita berdua hanya korban dari asmara mereka,” geram Sumitro menatap
wajah juragan Ngadiman.
“Tapi jangan libatkan Waru Telu,”
balas juragan Ngadiman.
“Hahahaha, akan ku jual Jati Songgo
demi mendapatkan Darti, dan akan kau jual Waru Telu untuk mendapatkan cinta
dukun itu, kita berdua hanya lakon yang dipersiapkan untuk sakit hati oleh
asmara mereka!”
Ucapan Sumitro membuat juragan
Ngadiman terdiam kini. Harus di akui bahwa ucapan Sumitro benar adanya. Dengan
mengirim Handaka, bukan hal mustahil kalau Darti juga akan tinggal dan diam di
Jati Songgo. Ternyata itu semua salah, tak keberdayaan Handaka telah
memberitahukan kalau Sapta Wisyo Upas memiliki Weninge Embun sebagai
penawarnya.
Segera.
No comments:
Post a Comment