GOWOK IN STORYTELLING
Apakah kamu tahu apa itu Gowok. Tahu tidak, Lur?
Gowok itu sebutan bagi perempuan yang mengajari laki-laki dalam
membina rumah tangga sebelum menikah, termasuk urusan ranjang saat malam
pertama. Jangan salah ya, Lur. Ini sebuah tradisi budaya di Banyumas pada era
dulu.
Loh kok bisa, Pakde? Bukannya malam pertama tak perlu
diajarkan.
Ya, malam pertama tak perlu diajarkan dan itu kamu! Iya, kamu ... iya, kamu yang terbiasa menonton bokep! Hiks.😁 Sama kayak pakdemu ini.
Astagfirullah cangkemku!
Lupakan yang tadi, Lur. Jari pakde suka susah dikontrol saat
mengetik. Bawaannya blak-blakan dan lupa tekan tombol Delete saat editing. Maaf
nggeh, Lur.
****
Kamu heran kenapa lelaki zaman dulu tidak paham malam pertama?
Memangnya lelaki zaman dulu paham akan malam pertama? La wong
teman pakde dulu saat menikah saja istrinya masih suka ngompol. Serius!
Bukannya punya istri malah kesannya momong bocah!
Sang istri setali tiga uang, tidak tahu cara meladeni suami
di atas tempat tidur, si suami juga begitu ... canggung saat mau melaksanakan
malam pertama, bingung mau dari mana dulu, dan ini fakta, Lur.
Untungnya pakde tidak gaptek, eh kok gaptek to ... pokoknya pakde
paham harus apa saat malam pertama, harus dibuka apanya dulu, harus dipegang
apanya dulu, dan pakde sudah paham karena jujur ... pakde tidak punya malam
pertama, malam pertama pakde ya di semak-semak di bawah teduh sinar bulan.
Lagian mbokdemu itu yang ngebet duluan kok. Ya, pakde layani
saja. Prinsip pakde “Halah! Gak kelong iki!” 😁
Oh, iya, Lur. Zaman angkatan pakde, kebanyakan lelaki menikah
belum cukup matang, begitu juga dengan perempuannya.
Banyak loh teman-teman pakde yang menikah di umur belasan.
Kalau sudah disunat dan sudah mimpi basah, ya artinya sudah boleh cari istri.
Cerita gak, ya?
Mau tahu pakde mimpi basah dengan siapa?
Yang pasti tidak dengan mbokdemu!
Pakde kadang berpikir, kenapa lelaki itu tidak menikah dengan
perempuan yang dicintainya ya, Lur. Kebanyakan lelaki malah menikah dengan
perempuan lain yang datang saat dia siap segalanya dan bukan dengan orang yang
ia cintai.
Kalau pakde sih di luar konteks, pakde sama mbokdemu itu
menikah karena ‘kecelakaan’ di semak-semak. 😁
Eh, malah ngalor-ngidul. Ayo kembali ke cerita. Sampai mana
tadi, sampai lupa to.
Oh, iya! Sampai masalah disunat!
Lelaki zaman dulu itu kalau sunat sudah pada alot, pakai
kampak baru bisa putus itu kulup, beda dengan anak-anak sekarang, masih kecil
sudah disunat, mana teknologi sudah canggih, pakai laser.
Pakde malah pakai pemes waktu sunat dulu, naggap reog! Tahu
tidak kamu apa itu pemes? Yang tahu coba komen biar kamu bernostalgia dengan
benda itu.
****
Iya, Lur. Zaman dulu orang-orang desa nikah di umur belasan.
Mau apa lagi coba? Bingung nafkahi istri dari mana la wong
belum punya pekerjaan tetap.
Halah! Zaman dulu pokoknya bisa ngudang pacul di sawah atau
di ladang, itu sudah bisa menghidupi istri, perkara kebutuhan yang lain-lain
itu mah gampang, rezeki pasti ada saja. Pokoknya bisa ngaceng cukup! 😁
Yang perempuan juga sama, pokok sudah keluar getah merah,
artinya bisa diperistri.
Orang zaman dulu tidak neko-neko, Lur. Tidak harus menabung dulu buat bayar katering, bayar tenda,
buat cetak undangan, cukup mengumpulkan tetangga kanan kiri dan mengundang Mudin
maka sudah sah! Tidak ada prasmanan rendang, mbelih pitik wes cukup nggo ngempani
Mudin lan tonggo-tonggo.
Zaman dulu juga kadang menikah karena dijodohkan dengan
alasan tertentu. Makanya pas malam pertama canggung karena saling diam akibat
kurangnya perkenalan, kurang memahami watak satu sama lain.
Ada loh teman pakde yang satunya lagi ... pas istrinya mau
diajak malam pertama malah kabur dari kamar dan memilih tidur dengan ibu
bapaknya. Lucu, ya? 😁 Takut paling dengan bentuknya yang
aneh. Dibilang mirip terong, tetapi kok begitu. Dibilang ular, tapi kok ....
lah pokoknya banyak cerita soal malam pertama.
Zaman dulu banyak anak-anak tidak mengenyam pendidikan tinggi
sehingga kurang mendapat edukasi tentang anatomi alat reproduksi manusia, kurang
paham cara beranak pinak, kurang paham bahwa setelah menikah itu tahap
selanjutnya punya momongan, kurang paham .... lah pokoknya kurang paham untuk
urusan begituan.
Saat kurang paham, eh giliran bertanya malah dimarahi karena
gak ilok alias tabu!
****
Kembali pada profesi Gowok.
Seperti yang sudah pakde katakan di awal, yang berhak
menyandang gelar Gowok adalah perempuan, kisaran usia 20-40 tahun.
Lah! Berarti punya suami dong, Pakde?
Yang pakde tahu ini ya ... kebanyakan Gowok tidak bersuami.
Kok begitu, Pakde?
Ya. Gowok adalah jabatan terhormat kala itu dan hanya
perempuan terpilih yang bisa didapuk menjadi seorang Gowok. Tidak sembarangan!
Harus cantik, rambutnya panjang, sintal, terawat, mulus dan
... pokoknya kayak Sri janda kidul itulah, Lur. 😁
Karena pekerjaannya adalah mengajari lelaki yang akan
menikah, maka banyak hal yang membuat Gowok memutuskan untuk tidak menikah.
Kenapa bisa begitu? Karena erat kaitannya dengan ... “Sst! Adegan panas di
ranjang!”
Nah ‘kan? Otakmu mulai travelling to.
Daripada milir yang tidak-tidak, pakde akan kasih tahu apa pekerjaan
Gowok sesungguhnya.
Sebelumnya silakan follow bagi yang belum karena banyak cerita,
baik cerpen, cerbung, serta cerita yang pakde kemas menjadi Storytelling.
Pakde juga ucapkan terima kasih bila kamu berkenan memberi
dukungan, baik Like, ataupun jejak di kolom komen.
****
Gowok.
Tradisi ‘pergowokan’ atau Gowokan ini asal mulanya dari Tiongkok,
Lur.
Di sana kalau ada lelaki yang mau menikah, pasti menggunakan
jasa Gowok agar kelak setelah menikah sang lelaki benar-benar siap menjadi ‘lelaki’.
Paham to yang pakde kasih tanda kutip?
Gowok sendiri mengacu pada nama perempuan Tiongkok yang ikut
pada rombongan Laksamana Cheng Ho saat berkunjung ke tanah Jawa pada kala itu. Perempuan
itu bernama Goo Wok Niang.
Goo Wok Niang ini ikut rombongan Laksamana Cheng Ho ke tanah
Jawa tak lebih untuk mengajarkan tentang cara membina rumah tangga kepada
anak-anak bangsawan Jawa pada masanya.
Setelah Goo Wok Niang kembali ke Tiongkok, tradisi mengajarkan
cara singkat dalam membina rumah tangga ini tetap dilanjutkan oleh
bangsawan-bangsawan Jawa loh, Lur.
Karena tidak tahu nama tradisinya apa, maka ... maklumlah,
Lur. Lidah orang Jawa itu susah kalau ngomong belibet begitu. Jadi, mereka
menyebutnya Gowok (sesuai nama Goo Wok Niang).
Jadi, tradisi ini bernama Gowokan dan perempuan yang
mengajarkan cara membina ruah tangga juga disebut Gowok.
Sudah dapat gambaran singkat apa itu profesi seorang Gowok?
Kalau sudah mari kita lanjutkan.
Next!
****
Apa tujuan Gowokan?
Tujuannya adalah untuk mempersiapkan calon pengantin pria
agar siap menghadapi kehidupan rumah tangga, termasuk dalam hal hubungan ‘begituan’
di atas ranjang.
Tidak usah banyak tanya! Sudah pakde bilang kalau lelaki
zaman dulu beda dengan lelaki zaman now!
Kalau zaman sekarang yang begituan tidak perlu diajari, sudah
pada pinter kok. Pakde yakin!
Zaman pakde saja masih tabu kalau membicarakan hal begituan,
saru kalau kata orang Jawa bila membahas perihal hubungan badan, apalagi pada
zaman-zaman bangsawan Jawa saat itu.
Yang pasti, informasi edukasi terkait begituan tidak bisa
didapatkan melalui internet atau Blue Film. Jadi, masih sangat terbatas dan cara
melakukan begituan itu dari mana dulu, apakah ujug-ujug melorotin sarung lalu tancap
gas. Eh, itu ‘kan pakde. Ups!
Next!
****
Yuk intip proses pergowokan (Gowokan).
Biasanya setelah tunangan langsung ditentukan tanggal akad
nikah. Nah! Kurang seminggu atau dua minggu menjalang pernikahan, calon
pengantin pria akan ‘nyantrik’ atau ... bahasa gampangnya dititipkan untuk
menimba ilmu kepada Gowok.
Bisa di rumah calon pengantin pria sendiri, bisa juga di
rumah Gowok kok, Lur. Bebas!
Akan tetapi, banyak yang dilakukan di rumah Gowok. Itu kenapa
muncul istilah nyantrik atau dititipkan.
Pokoknya begitulah, Lur. Orang tua calon pengantin pria akan
mengantar anaknya ke rumah Gowok dengan maksud menitipkan untuk diajari cara
berumah tangga selama kurang lebih satu minggu.
“Nyi, aku titipkan anakku untuk nyantrik di sini.”
“Sendiko, Ndoro,” jawab Gowok menjura hormat.
****
Lur, mungkin kamu bertanya apakah Gowok dibayar dalam
menjalankan tugasnya?
Ya, jelas to, Lur. Gowok itu dibayar sesuai kesepakatan
dengan orang tua calon pengantin pria.
Sst! Tahu tidak, Lur. Gowok bisa dibayar jutaan dalam
menjalankan tugasnya loh. Bisa tembus lima juta malah. Emejing to?
****
Piye? Sudah dapat penggambaran apa itu profesi seorang Gowok?
Ibaratkan kamu lelaki yang mau menikah, tentu kamu bingung setelah
menjadi suami harus bersikap bagaimana, memperlakukan istrimu bagaimana, cara
mengasihi istrimu bagaimana, cara melakukan malam pertama bagaimana. Nah! Gowok
yang akan mengajarkan semua itu kepadamu. Piye? Menarik bukan profesi seorang Gowok?
“Kenapa Gowok harus perempuan dan bukan lelaki dewasa, Pakde?
‘Kan lebih cocok sebab secara tidak langsung menimba ilmu dari lelaki dewasa
yang sudah berpengalaman, baik pengalaman dalam memperlakukan istri dan urusan
ranjang.”
Kalau kamu tanya itu, pakde tidak bisa menjawabnya karena
sejarah telah tertulis bahwa tradisi yang satu ini muncul setelah Goo Wok Niang
membawanya ke Jawa. Mungkin bisa pakde jawab kalau yang memperkenalkan tradisi
Gowok adalah Laksamana Cheng Ho.
Lagi pula kalau Gowok harus lelaki dewasa dan mengajarkan
calon pengantin pria nanti kamu protes, hombreng lagi, hombreng lagi. Hadeh.
Yuk lanjut ke ceritanya. Sampai mana tadi, sampai lupa pakde.
****
Setelah kesepakatan terjadi masalah bayaran Gowok, calon
pengantin pria kemudian ditinggal dengan maksud untuk dititipkan.
Calon pengantin pria akan tinggal bersama gowok selama
beberapa hari atau seminggu sesuai kesepakatan untuk mengikuti pelajaran yang
diberikan.
Sudah kayak Bimtek ya, Lur.
Seminggu Bimtek bersama Gowok mengenai cara menjadi suami.
****
Seminggu di rumah Gowok ngapain saja, Pakde?
Main dakon! Ya, masak kamu masih bertanya lagi to! Di rumah
Gowok calon pengantin pria akan diajarkan cara menjadi suami, Lur.
Mereka akan hidup berdua, sudah layaknya seperti suami istri.
Praktik langsunglah kalau bahasamu.
Nah! Ini ... ini ... ini yang menjadi kontroversinya, Lur.
Mereka berdua ‘kan hidup serumah dan tugas Gowok mengajarkan cara
menjadi suami dan menempatkan diri sebagai istri.
Gowok akan banyak mengajarkan tentang cara mencintai seorang
istri bahwa ... “Istri itu bukan untuk
dimiliki, tetapi dicintai, Le.”
Gowok juga mengajarkan dan memberitahu kepada calon pengantin
pria. “Bahwa ada bagian-bagian di tubuh istrimu
kelak yang kalau dipegang ada getaran-getaran, ada bagian tertentu kalau
dipegang itu nyetrum, dan ada bagian khusus kalau dipegang bisa mak njenggirat.”
Bisa dibayangkan to, Lur. Seminggu praktik menjadi suami
bersama Gowok?
Kalau malam, menjelang tidur, Gowok akan menemani kliennya
ini sekaligus mengajarkan kalau malam pertama itu, “Harus begini, harus begitu, Le.”
“Begini? Begitu? Aku ... aku tidak paham, Nyi.”
“Sini aku ajarkan,” kata Gowok.
Sudah bisa ditebak apa yang terjadi?
Gowok pokoknya harus mengajarkan semuanya, mengajarkan
menjadi lelaki. Jangan sampai setelah selesai nyantrik calon pengantin pria
masih lolak-lolok. Bisa jatuh nama baik dan reputasi seorang Gowok.
Gowok itu profesi, ibarat dukun, masih banyak dukun-dukun pesaing
lain, dukun yang ampuh, kalau Gowok tidak mengajarkan semuanya, bisa hilang
kepercayaan orang-orang yang akan menitipkan anaknya karena setengah-setengah
mengajarkan. Ibarat kata, Gowok itu guru bagi calon pengantin agar bisa
memanjakan istri setelah seminggu menimbal ilmu maka anak didiknya harus paham
cara berumah tangga, kalau tidak ... orang tidak percaya lagi dan memilih jasa
Gowok lainnya.
Apa ya mungkin Gowok hanya mengajarkan kalau memperlakukan istri
di atas tempat tidur tu harus begini, harus begitu tanpa praktik? Nah! Ini
pertanyaannya, Lur.
Itu kenapa Gowokan dianggap prostitusi terselubung berkedok
tradisi budaya. Ya, karena ada malam-malam sumbang yang mereka lakukan berdua
dengan dalih mengajarkan cara memperlakukan istri di atas tempat tidur. Tentu
ini melanggar norma agama kalau sekarang ya, Lur.
Itu kalau malam, kalau siang apa yang mereka lakukan?
Tentu Gowok akan terus memberi pelajaran bagaimana agar rumah
tangga itu terus harmonis. Pokoknya Gowok ini totalitas karena sudah dibayar. Dia
menempatkan diri sebagai istri. Itu kenapa pakde bilang kalau Gowok tidak
pernah menikah. Ya, karena dia sering mendapat klien dan terus-terusan
mengajarkan dan praktik langsung.
Kamu paham to apa yang pakde maksud?
Kalau siang kadang diisi materi cara menghormati istri. Tidak
boleh membentak, diperkenalkan kebutuhan dapur yang harus dipenuhi oleh suami,
ada kebutuhan sandang untuk istri, serta senda gurau yang tidak menyinggung
perasaan istri.
Tidak beda dengan zaman sekaranglah, Lur. Suami wajib bekerja
cari nafkah untuk memenuhi kebutuhan dapur serta membelikan pakaian, kebutuhan
listrik, dan lain sebagainya.
Paham tidak to sampai sini, ha?
Gowok juga mengajarkan itu semua dengan harapan kelak calon
pengantin pria tidak kaget kalau kewajiban seorang suami itu harus
membahagiakan istrinya, terlepas urusan di atas ranjang.
Ringkasnya, calon pengantin pria akan benar-benar diajarkan
full luar dalam kewajiban suami terhadap istri dengan harapan tidak canggung
lagi setelah menikah karena sudah praktik langsung dengan Gowok yang menjadi ‘istri
bayangan’.
****
Kamu mungkin heran dan bertanya-tanya kenapa lelaki harus
nyantrik di rumah Gowok? ‘Kan bisa jadi tumbuh benih-benih cinta di antara
keduanya mengingat mereka sudah menjadi suami-istri, walaupun bukan pasangan
sah!
Tenang, Lur. Tenang.
Gowok juga punya kode etik kok.
Seorang Gowok dilarang jatuh cinta dengan kliennya, meski
mereka sudah melakukan hubungan suami istri. Itu hanya praktik, pokonya hanya
praktik, bagian dari pelajaran. Titik!
Gowok melakukan itu semua bukan didasari oleh rasa cinta,
tetapi demi cuan. Pokoknya dia tidak mau anak didiknya ini bego dan tidak paham
menjadi suami setelah menimba ilmu seminggu di rumahnya.
Akan tetapi, banyak loh Gowok dan kliennya ini justru saling
jatuh cinta karena calon pengantin sudah merasakan terlebih dulu yang namanya ‘apem
lempit’.
Terbayang tidak saat begituan Gowok terus memberi instruksi
agar anak didiknya ini lihai di atas tempat tidur saat bersama istrinya kelak.
“Kurang dalam! Tekan lebih dalam, Le!”
“Begini, Nyi?”
“Ya, dorong lebih dalam, Le.”
“Tanganmu harus memeluk saat ayunan bokongmu mulai cepat.”
“Sudah, Nyi.”
“Bisa kali ah kamu angkat kakiku dan kamu letakkan di
pundakmu.”
“Kaki yang ini, Nyi?”
“Ya, tekan dan tahan. Tekan lagi, lagi, lagi, Le. Ohhh.”
Kira-kira begitu, Lur.
Ah! Kampret! Kenapa pakde malah membayang nyantrik bersama
Sri, ya. 😁
Eh! Sampai sini paham to, Lur? Gowok tidak hanya mengajarkan
tentang hubungan di atas tempat tidur saja, tetapi juga tentang bagaimana
memperlakukan istri dengan baik, cara berinteraksi dengan keluarga mertua, dan
berbagai aspek kehidupan rumah tangga lainnya. Pokoknya diajarkan tentang keharmonisan
rumah tangga.
****
Kenapa harus nyantrik sih, Pakde?
Gowokan itu biasanya dilakukan oleh keluarga bangsawan atau priayi
terhormat. Mereka akan menitipkan anak lelakinya yang akan menikah dengan
tujuan agar bisa menjadi suami.
“Kenapa menjadi suami saja harus cari tutor, ih. Masak iya
lelaki tidak paham tanggung jawabnya sebagai suami. Kalau sudah begitu, istri
dapat barang seken dong, secara suaminya sudah ‘ajeb-jeb’ duluan dengan Gowok,
Pakde.”
Yo, piye meneh, Lur. Anak bangsawan atau anak priayi
terhormat kala itu mungkin tidak blangsak sepertimu. Dia itu anak orang
terpandang, tentu tidak sembarangan bergaul apalagi bebas bergaul dengan
perempuan, bergaul dengan anak lelaki lainnya juga tidak sembarangan. Bisa dibayangkan
bagaimana bisa dia mendapat informasi
mengenai lawan jenis. Mosok ada anak bangsawan terhormat nongkrong di warung
tenda dan bahas begituan? Beda dengan anak urakan yang sering kumpul-kumpul dan
berbagi informasi kalau ada dua lubang yang jaraknya saling berdekatan, salah
target bisa meleset! 😁
Sebagai bangsawan atau priayi terhormat juga punya harga
diri. Mereka tak mau kalau rumah tangga anaknya tidak harmonis yang akan mengakibatkan
retak pula hubungan kedua besan. Itu kenapa lebih difokuskan kepada anak lelaki
untuk nyantrik di rumah Gowok agar hubungan rumah tangganya harmonis, Kalau
sudah begitu, keluarga besan juga kian bangga to, apalagi kalau zaman itu jodoh
masih dipertemukan alias dijodohkan. Entah maksudnya memperkuat posisi atau
kedudukan, bisa juga anak-anak mereka dijodohkan untuk tetap menjaga hubungan
baik kedua keluarga.
Sudah kebayang bagaimana zaman itu?
Jadi, yang lelaki kurang mengenal betul calon istrinya,
mungkin juga masih tahap belajar mencintai karena mereka dijodohkan. Itu kenapa
muncul profesi Gowok yang dianggap guru dalam mengajarkan cara membina rumah
tangga termasuk di dalamnya mengajarkan hubungan badan karena itu salah satu
faktor penting agar rumah tangga tetap harmonis.
Kalau sekarang tidak perlu Gowok. Sedikit-sedikit sange,
sedikit-sedikit kamu menuntut itu atas nama cinta, dan akhirnya tanpa nyantrik
di rumah Gowok terlebih dahulu, kamu mahir melakukannya dengan kekasihmu.
Sekarang terjawab to kenapa ada Gowok pada masa itu, sebab
bisa praktik langsung menjadi suami.
“Kenapa tidak tanya-tanya kepada bapaknya cara menjadi suami
yang baik, Pakde?”
Bila itu pertanyaanmu, lalu bagaimana dengan hubungan
ranjang, ha? Apa iya bapaknya yang mengajarkan? La wong membicarakan bagian sensitif
saja gak ilok, apalagi membicarakan hubungan suami istri dengan bapak. Ya, malu
lah!
Kalau sama Gowok kan bisa dianggap istri dan bisa praktik
langsung.
****
Kalau sudah seminggu atau sesuai waktu kesepakatan, maka
calon pengantin pria dijemput pulang dan dianggap sudah selesai magang, dengan
harapan kelak bisa memperlakukan istrinya dan tidak canggung lagi saat malam
pertama karena sudah praktik bersama Gowok.
Gowok akan menerima klien baru dan begitu terus tugasnya.
“Eh! Jadi, Gowok ini malah menghisap madu asli ya, ‘kan? Dia jadi
orang perempuan pertama yang unboxing lalu menghisap cairan perjaka kliennya
ya, ‘kan?”
Ya, mau bagaimana lagi to, Lur. Kalau Gowok hanya mengajarkan
teori, bisa lupa di ingatan nanti, apalagi tidak bawa buku catatan. 😁 Mosok iyo kabeh kate dicatet! Makanya praktik langsung selama seminggu
menjadi suami.
Kalau siang harus apa sebagai suami, kalau malam harus gaya
apa lagi ni. Gowok yang akan mengajarimu!
****
Kalau orang biasa atau kawulo alit zaman itu bisa tidak
memakai jasa Gowok, Pakde?
Ya, bisa-bisa saja, tetapi terbentur biaya. Bayar Gowok itu
tidak murah karena hitungannya bayar guru privat. Orang biasa tentu tidak akan
mampu memakai jasa Gowok.
Bagaimana? Menjanjikan ya profesi Gowok ini.
Seorang Gowok kadang hasil dari hancurnya sebuah rumah tangga
alias janda. Bisa juga perempuan yang patah hati karena dikhianati loh, Lur.
Orang-orang model begini yang biasanya mau menjadi Gowok.
Ibarat dukun, profesi Gowok juga bisa diwariskan ke anak
perempuannya. Tentu Gowok akan mengari anaknya bagaimana seorang Gowok bekerja
sesuai bayaran.
Kamu mau tidak jadi Gowok? Bayarannya mahal loh, Lur.
Daripada kamu capek-capek ngonten di FB sampai sekarang belum gajian dar Meta.😁
Tidak boleh ya, Lur. Tidak boleh!
Tradisi Gowokan di Banyumas ini sudah dilarang negara!
Yang pakde baca, sekitar tahun 1960-an tradisi ini dilarang
karena melanggar norma agama, sama seperti Gemblakan di Ponorogo yang dilarang
karena terindikasi ada praktik pergumulan homo.
Apa! Kamu tidak tahu Gemblakan? Baca cerita pakde di Trakteer
yang judulnya Gemblak Klangenan, di sana kamu bisa tahu tahapan demi tahapan ‘ngemblak’,
mulai dari mengincar gemblak, melamar, sampai gemblak eksklusif yang tidak bisa
dimiliki oleh warok lain alias Klangenan.
Oke ya, Lur. Itu tadi Storytelling singkat mengenai Gowok.
Masih banyak loh orang-orang yang kurang paham tentang Gowok.
Ada sebagian yang berpikir kalau Gowok hanya mengajarkan cara
malam pertama, tetapi kenyataannya tidak! Gowok akan mengajarkan dirimu menjadi
suami yang sesungguhnya hingga tercipta harmonisnya sebuah rumah tangga.
Oke, Lur. Pakde akhiri dan kalau ada salah-salah kata, guyon
yang kelewat banter, pakde mohon maaf, nggeh. Pakde tidak punya maksud apa-apa
kok, hanya menghiburmu saja.
Tinggalkan jejak di kolom komen nggeh, Lur.
Dukung Pakde Noto di Trakteer

No comments:
Post a Comment