Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
Budaya
cerbung
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
Terlarang
thriller

Labels

DUL KEMPIT

 

Dul Kempit namanya, lelaki sepuh usia 68 tahun dari Cilacap. Meski sudah sepuh ia terkenal dengan sifatnya yang cerdik dan jenaka. Dengan kecerdikannya inilah ia selalu saja bisa mengatasi masalah membuat orang-orang tertawa. Namun, di balik itu semua, Dul Kempit juga terkenal akan kejujurannya.






Kejujurannya inilah yang membuat warga bertambah sangat menyukainya, akan tetapi tidak semua percaya dengan kejujuran Dul Kempit. Tidak tanggung-tanggung, mereka adalah bangsa Jin. Mereka ingin sekali menguji sampai sejauh mana kejujuran Dul Kempit.

“Bohong! Mana ada manusia yang jujur di zaman sekarang, apalagi dunia maya yang penuh tipu-tipu.”

“Ada, Tuanku. Dul Kempit namanya.”

“Oke. Tunjukkan daerahnya, aku yang akan menguji langsung kejujuran manusia itu.”

“Cilacap, Tuanku.”

Junjungan Jin akhirnya bertekad akan menguji kejujuran Dul Kempit.

 


****

 

Keseharian Dul Kempit dalam menafkahi keluarganya adalah mencari kayu bakar di hutan dengan bermodal kapak bergagang pendek yang menjadi andalannya.

Tiap pagi Dul Kempit pergi ke hutan untuk menebang kayu lalu dibawanya ke pasar untuk dijual. Dari hasil penjualannya inilah uangnya ia gunakan untuk menafkahi keluarganya.

 

****

 

Suatu hari saat Dul Kempit sedang berjalan menuju hutan. Kapak yang biasa  ia bawa terjatuh ke dalam jurang.

Kelontang!

Tanpa kapaknya tentu saja Dul Kempit tidak bisa bekerja, sebab itu adalah kapak satu-satunya. Hal ini membuat Dul Kempit merasa sedih. Terpaksa ia pun harus pulang ke rumahnya, tetapi saat dalam perjalanan pulang tiba-tiba datanglah lelaki renta dengan baju lusuh, datang dari arah berlawanan.

“Bukankah kamu Dul Kempit?” tanya lelaki renta.

“Betul, Mbah. Nyong kiye Dul Kempit. Nang apa sih,” jawabnya terdengar sopan.

 

“Kenapa kamu terlihat murung, ha?” tanya lelaki renta lagi.

“Kapake nyong tiba ring jurang, Mbah. Padahal itu kapak nyong satu-satunya. Tanpa kapak itu nyonge tidak bisa bekerja. Temenenan kuwe. Nyong ura ngomboni.” jawab Dul Kempit dengan nada sedih.

Mendengar jawaban tersebut muncullah ide dari lelaki renta. “Maukah kamu kubantu untuk mengambilkannya?”

“Temenan? Ya, jelas nyong gelem, Mbah,” jawab Dul Kempit sedikit semringah, tetapi kembali murung. Akan tetapi, kepriwe carane, Mbah. Jurang kuwe dalam sekali koh,”

Lelaki renta menjawab, “Kamu tak perlu tahu bagaimana caranya. Yang aku tanyakan, kamu mau apa tidak aku bantu mengambil kapaknya?” tanya lelaki renta itu kembali.

“Temenan apa kuwe! Nyong mau sekali, Mbah,” jawab Dul Kempit.

Maka turunlah lelaki renta ke dasar jurang untuk mengambil kapak milik Dul Kempit.



****

Beberapa waktu kemudian.

“Dul Kempit, apakah ini kapakmu?” tanya lelaki renta sambil menunjukkan sebuah kapak dari emas.

“Kepriwe sih! Udu kuwe. Bukan itu, Mbah. Kapake nyong elek,” jawab Dul Kempit jujur.

“Ini bukan kapakmu?” ulang lelaki renta.

Dul Kempit menggeleng, “Udu kuwe, Mbah.”

Lelaki renta pun kembali turun ke jurang.

“Sing ati-ati, Mbah!” teriak Duk Kempit dari tepi jurang.



****

Beberapa menit kemudian.

 

Dengan terengah-engah lelaki renta menemui Dul Kempit. Ia menunjukkan kapak yang berbeda. Di tangannya terlihat tampak yang berlapis mutiara dan intan.

“Apakah ini kapakmu?” tanya lelaki renta dengan menunjukkan kapak nan berkilauan.

“Domongi duk kuwe koh. Kapake nyong elek ...  wis karatan,” balas Dul Kempit jujur.

Sejenak lelaki renta tua itu terdiam. “Dia benar-benar orang yang jujur,” batinnya.

“Kalau begitu biar aku ambil kapakmu,” ucap lelaki renta lalu turun kembali ke dasar jurang untuk mengambil kapak yang sedikit karatan.

“Ati-ati, Mbah!” teriak Dul Kempit lagi sambil melongok di tepi jurang.

 

****

10 menit kemudian.

“Apakah ini kapakmu?” tanya lelaki renta setelah berhasil naik dengan terengah-engah..

“Lha iki. Iya betul. Kuwe kapake nyong. Maturnuwun yak, Mbah,” ucap Dul Kempit semringah kegirangan.

 

Lelaki renta tersebut sangat kagum dengan kejujuran Dul Kempit. Lalu ia pun berkata, “Dul Kempit, andaikan kamu mengaku kalau kapak emas tadi adalah milikmu, tentu aku akan memberikannya padamu, meskipun aku tahu kalau kamu berbohong.”

“Sepuranelah, Mbah. Nyong kiye tidak mau mengambil sesuatu yang bukan hake nyong. Nyong adalah orang yang selalu bersyukur dengan apa yang nyong miliki. Kanggone nyong, kapak elek kiye adalah sumber rezeki yang luar biasa karena dengan kapak kiye nyong bisa menafkahi keluarga dengan cara yang halal, Mbah” ujar Dul Kempit sejujur-jujurnya.

“Dalam kondisimu yang miskin ini, kamu tetap bersyukur?” tanya lelaki renta heran.

“Kudulah, Mbah. Tentu saja. Karena rasa syukur inilah yang membuat nyong senantiasa bersikap jujur,” balas Dul Kempit.

Lelaki renta pun tersenyum mendengar penuturan Dul Kempit. “Saya kagum sama kamu. Karena rasa syukur dan kejujuranmu, saya akan hadiahkan kedua kapak ini untukmu,” kata lelaki renta sambil menyerahkan kapak yang terbuat dari emas dan yang satunya terbuat dari intan mutiara.

“Temenan kiye apa, Mbah?”

“Ya. Ambil. Ini untuk kejujuranmu,” jawab lelaki renta.

“Priwe yak, Mbah?” Dul Kempit mulai ragu.

“Ambil. Ini aku berikan untukmu,” ujar lelaki renta.

“Maturnuwun yak, Mbah,” balas Dul Kempit seraya menerima dua kapak lainnya.

Kemudian lelaki renta ... tak lain adalah Jin yang menyamar pergi meninggalkan Dul Kempit.

Tak lama kemudian akhirnya Dul Kempit pulang dengan membawa 3 kapak ... kapak jelek yang biasanya gunakan, kapak yang terbuat dari emas, dan kapak yang berlapis mutiara dan intan.

 


****

 

Di hari berikutnya.

 

Saat Dul Kempit kembali menebang pohon untuk dijual kayunya di hutan dan Jin yang pernah menolong Dul Kempit terus mengawasi gerak-geriknya.

“Aku akui kalau Dul Kempit bukanlah orang yang mudah tergoda oleh harta, tetapi bukankah lelaki paling mudah tergoda bila dihadapkan dengan wanita? Aha!”

“Aku punya ide lagi untuk mengujinya,” kata Jin tersebut.

Ketika Dul Kempit masih sibuk mencari kayu di hutan, Jin itu segera pergi menuju rumah Dul Kempit.

 

****

 

Setibanya di rumah Dul Kempit.

Jin itu mendapati istri Dul Kempit sedang mencuci. Tanpa pikir panjang ia segera menculiknya dan menyembunyikannya di alam Jin.

 

****

Tak lama kemudian.

Pulanglah Dul Kempit dengan membawa kayu yang banyak serta ingin menunjukkan dua kapak lain yang terbuat dari emas dan satunya berlapis intan mutiara.

“Ni! Ninine! Nyong wis bali kiye. Nyong nggawa kapak emas karo kapak inten!” teriak Dul Kempit kegirangan.

Berkali-kali Dul Kempit memanggil istrinya, tetapi tidak ada jawaban sama sekali. “Ring endi jane kiye menungsa.”

“Ni! Ninine!” Dul Kempit pun menjadi jengkel.

Dul Kempit mencari istrinya di belakang, tetapi istrinya tidak ada.

“Aja geluwehanlah! Kakine wis bali kiye, Ni!” hanya mendapati tumpukan cucian yang belum sempat diselesaikan.

“Kumbahan apa masa lalu kiye? Deneng numpuk!”

 

“Waduh! Aja-aja wonge lara?” pikir Dul Kempit khawatir.

Dul Kempit segera bergegas menuju kamar. “Ni?”

Akan tetapi, tidak tampak istrinya. “Ra nana?”

Dul Kempit menjadi panik. Ia lalu mencoba mencarinya ke seluruh ruangan, tetapi tetap saja istrinya tidak ditemukan. “Mengendi janelah!”

Dul Kempit lalu menyimpan dua kapak pemberian lelaki renta yang tak lain adalah Jin yang ingin menguji kejujurannya.

 

****

Mendapati istrinya tidak ada di rumah, Dul Kempit bertanya kepada para tetangganya. “Min, ruh Munah apa ura?”

“Eh, Kaki Kempit. Nang apa sih?” Dibalas tanya.

“Weruh Munah apa ura?” tanya Dul Kempit lagi

“Ura. Mengendi sih ninine?”

“Ya, mbuh. Ana ring umah ya nyong ura takon Rika mbok,” jawab Dul Kempit.

Dari satu rumah ke rumah tetangga, tetapi tidak ada satu pun dari mereka yang tahu. “Ura weruh, Ki.”

Dul Kempit akhirnya memutuskan untuk pulang.

 

****

Di saat ia sedang termenung di depan rumahnya, Jin yang masih ingin menguji kejujuran Dul Kempit kembali datang dengan mewujud rupa menjadi lelaki renta lagi.

“Dul Kempit?”

Jelas Dul Kempit terperangah karena ia ingat betul lelaki renta yang telah memberikan dua kapak berharga.

“Rika simbah sing ring alas mau mbok?” tanya Dul Kempit meyakinkan dirinya sendiri.

“Betul,” jawab lelaki renta. “Apa yang kau pikirkan? Kenapa wajahmu terlihat murung, ha?”

“Priwe nyong ura murung ... ujug-ujug bojone nyong ilang, Mbah.”

“Kamu tidak tahu istrimu di mana?”

“Sumpah! Nyong tidak tahu di mana,” jawab Dul Kempit jujur.

“Jangan khawatir. Aku bisa membantumu. Aku bisa mengembalikan istrimu,” balas lelaki renta.

Sejenak Dul Kempit terdiam. “ Aneh temen kiye wong tua. Jarku sih sakti temenan wong tua kiye ... nulung njiotna kapake nyong sing tiba ring jurang. Aja-aja ... hem ... aja-aja Munah ilang merga kelakuane wong tua kiye. Pingin nguji kejujurane nyong maning apa!” pikir Dul Kempit.

“He, Dul Kempit! Mau ditolong tidak? Kok malah melamun. Ayo, ikut aku!” ajak lelaki renta kepada Dul Kempit.

Dul Kempit pun menuruti ajakan itu. Ia ingin tahu ujian apalagi yang akan diberikannya.

 

****

 

Setelah sampai di tempat yang sepi.

Jin yang menyamar menjadi lelaki renta in itu berkata kepada Dul Kempit, “Kamu tunggu di sini sebentar.”

Belum sempat Dul Kempit mengiyakan tiba-tiba Jin itu menghilang.

Ting!

 

****

 

Tak lama berselang Jin itu kembali menemui Dul Kempit.

 

Ting!

Lelaki renta datang bersama seorang wanita yang cantik jelita layaknya seorang putri kerajaan.

“Dul Kempit, apakah ini istrimu?” tanya lelaki tua tersebut.

Dul Kempit mengamati wanita cantik itu dari ujung kepala sampai bawah pusar. “Seriuslah. Ayu temenan kiye wong wadon. Ura kayak ninine ... dilebokna mblesek, basan ditarik peot!” kata Dul Kempit dalam hati.

“Dul Kempit! Ditanya malah bengong. Ini istrimu bukan?” tanya lelaki renta kembali.

Dengan sigap Dul Kempit langsung menjawab, “Iya bener, Mbah. Kuwe bojone nyong. Itu istri saya, Mbah.”

Mendengar jawaban Dul Kempit, Jin yang menyamar sebagai lelaki renta tampak marah. “Kamu bohong! Aku tahu ini bukan istrimu! Hanya gara-gara wanita kamu memilih tidak jujur? Mana rasa syukurmu yang katanya membuatmu selalu bersikap jujur, ha!” kata lelaki renta tersebut.

“Aja nesu sit lah! Sabar, Mbah. Jangan emosi kayak kuwe,” ucap Dul Kempit.

“Nyong tahu kalau itu bukan istrine nyong, tetapi jika nyong jawab bukan ... pasti Rika akan datang lagi dengan membawa wanita yang lebih cantik ... dan bila nyong kembali menjawab bukan, barulah Rika akan membawakan bojone nyong sing asli. Ngandel ura?” imbuh Dul Kempit karena ingat kejadian kapak yang jatuh di dasar jurang. Bila jujur, maka ia akan pulang dengan tiga perempuan sekaligus.

“Setelah nyong mengakuinya kemudian Rika pasti akan menghadiahkan kedua wanita cantik tersebut. Iya, apa ura?” sambung Dul Kempit. “Lalu nyong bali nggawa telu wong wadon. Ngandel ura?”

“Rika weruh dewek mbok. Nyong kiye kerjanya nebang kayu ring hutan? Boyoke nyong kiye gampang lara, Mbah. Manuke nyong wis ura kuat bila harus melayani tiga istri. Bojo siji bae gur megelna boyok!” Dul Kempit menjelaskan panjang lebar kenapa ia akhirnya berbohong.

“Nyong bisa bae ngomong jujur, tapi nyong asih cinta ambi Munah, Mbah.” Kali ini Dul Kempit jujur.

Mendengar itu, Jin yang menyamar sebagai lelaki renta langsung tertawa terpingkal-pingkal. “ Ha ha ha.”

“Ternyata kamu bukan hanya jujur, tetapi juga cerdik dan lucu. Baiklah aku kembalikan istrimu,” kata lelaki renta lalu menghilang.

Ting!

Seketika muncullah Munah, istri Dul Kempit. “Nyong ring ngendi kiye, Ki?” sedikit linglung.

“Ring endi, ring endi. Ya ring umah,” kata Dul Kempit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search