ABU NAWAS LUPA JALAN KE NERAKA
ABU NAWAS
Di kampung Abu Nawas ada seorang pemuda yang suka iseng dan
berbuat usil. Hampir semua orang pernah merasakan apes dikerjai oleh si pemuda,
dan yang membuat warga kesal, si pemuda sama sekali tidak punya sopan santun. Jangankan
kepada yang lebih muda, kepada yang lebih tua saja ia berani berbuat usil. Si
pemuda tidak peduli, baginya yang penting membuat dirinya puas dan tertawa.
Suatu kali si pemuda merasakan suntuk. Ia pun memutuskan
jalan-jalan keliling kampung untuk menghilangkan rasa suntuknya. Saat ia sedang
asyik menikmati suasana perkampungan, dari kejauhan ia melihat sosok orang tua
sedang berjalan dengan menggunakan tongkat di tangannya. Orang tua tersebut
tidak lain dan tidak bukan adalah Abu Nawas. Maka terbesitlah di benak si
pemuda untuk mengerjai Abu Nawas.
Ia pun mengikuti ke mana Abu Nawas pergi dan ternyata Abu
Nawas berhenti di sebuah warung tempat ia biasa nongkrong. Abu Nawas lalu duduk
membaur bersama kawan-kawannya.
Si pemuda segera saja menghampiri Abu Nawas. “Saya perhatikan
Kakek, berjalan lambat. Padahal Kakek, ‘kan menggunakan tongkat?” tanya si pemuda.
Melihat kedatangan si pemuda yang tiba-tiba dan bertanya
tanpa permisi, sempat membuat Abu Nawas terkejut. “Saya ini, ‘kan sudah tua?
Jadi wajar kalau jalannya lambat. Beda dengan kamu yang masih muda,” jawab Abu
Nawas.
“Iya benar, Kek. Kakek, sudah terlihat sangat tua. Kira-kira
kapan Kakek mati?” tanya si pemuda.
Abu Nawas tersentak dengan pertanyaan tersebut, begitu juga
dengan orang-orang di sampingnya.
“Maaf, Anak muda. Bisa kamu jelaskan apa maksud pertanyaanmu
tadi?” minta Abu Nawas dengan serius.
“Kalau Kakek mati saya mau titip surat buat ayah saya. Ayah
saya telah mati beberapa tahun yang lalu,” ujar si pemuda dengan tertawa.
Abu Nawas tentu saja
menjadi kesal dengan ucapan si pemuda, tapi Abu Nawas tahu kalau sampai ia
menunjukkan kekesalannya justru akan membuat si pemuda tertawa puas karena
berhasil mengerjai dirinya.
Abu Nawas tetap akan menjawab permintaan tersebut namun
dengan kalimat yang penuh makna. “Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas
kepercayaanmu, tapi saya mohon maaf, dengan sangat terpaksa saya tidak bisa
memenuhi permintaanmu, Wahai anak muda,” kata Abu Nawas.
“Kenapa, Kek? Apakah Kakek keberatan? Suratnya nanti saya
selipkan di kain kafanmu,” ucap si pemuda mencoba meledeknya kembali.
“Bukan masalah itu. Sebab kalau saya nanti mati saya tidak
tahu arah jalan menuju neraka jahanam, tapi jangan khawatir, Anak muda. Saya
punya solusinya. Lebih baik kau pergi saja ke negara. Nanti surat yang akan kau
berikan kepada ayahmu kamu bisa titipkan sama Firaun. Dia pasti tahu alamatnya,”
balas Abu Nawas.
Spontan saja ucapan Abu Nawas ini mengundang gelak tawa
orang-orang di sana. Mereka tak henti-hentinya tertawa terpingkal-pingkal
sementara si pemuda mukanya mendadak berubah pucat. Karena menahan malu ia pun
langsung mengeloyor pergi meninggalkan Abu Nawas.
No comments:
Post a Comment