DERITA HIDUP SANG PENJUDI PART 2
PART 2
Sekitar satu jam.
Tibalah mereka di desa yang dituju.
Setelah yakin tentang nama kampung serta RT/RW Bagas bertanya
pada salah satu warga di mana tepatnya rumah Hermawan.
“Di ujung Kampung, Mas. Rumah limas dengan keramik dinding
berwarna putih,” jawab warga yang ditanya yang langsung tahu siapa Hermawan.
Mungkin hanya ada satu nama Hermawan di kampung tersebut atau
mungkin memang Hermawan pergaulannya luas sehingga dikenal satu kampung?
Setelah mengucap terima kasih Bagas kembali melajukan motor
dan langsung menuju rumah Hermawan.
Kebetulan orang tua Hermawan duduk di kursi teras.
Mereka pun langsung disambut dan dipersilahkan masuk, tapi Bagas maupun Joko memilih duduk dan mengobrol
di teras saja.
Setelah memperkenalkan diri perbincangan pun dimulai.
Ayah Hermawan menceritakan tentang kelakuan anak mereka yang
meresahkan selama meninggalkan rumah.
“Dia selalu meminta uang kiriman begitu pun saat pulang,
hanya uang saja yang dipikirkan.”
“Bahkan sempat terjadi pertikaian soal rumah orang tuanya
yang hendak dijual oleh Hermawan.”
“Semenjak kejadian sekitar satu setengah tahun yang lalu itu
membuat Hermawan tidak pernah pulang menengok orang tuanya meski di hari raya.”
“Bukan itu saja, beberapa bulan terakhir setidaknya sudah ada
4 orang yang datang ke rumah, mencari Hermawan dengan tujuan menagih hutang. Jumlahnya
pun cukup banyak,” tutur ayahnya Hermawan.
“Terima kasih, Mbak,” ucap Joko saat seorang perempuan
mengantarkan minuman serta kudapan.
Untuk sejenak obrolan terhenti. Sementara itu, ibu Hermawan
lebih dulu mengusap air mata di pelupuk sebelum menetas membasahi pipi. Ada
raut dan kecemasan di wajahnya yang mulai keriput. Rasa rindu itu tampak pula
di mimik ayah Hermawan.
Joko dan Bagas tidak ingin membuat mereka terluka atas apa
yang menimpa Hermawan. Mereka pun saling berbisik untuk tidak menceritakan tentang
tunggakan kos dan para penagih hutang yang memburu Hermawan, tapi pada akhirnya
mereka berkata jujur atas maksud kedatangan ke rumah Hermawan. Selain mencari
keberadaan Hermawan karena selalu diburu, mereka juga merasa khawatir jika
terjadi sesuatu. Joko yang hendak meraih segelas teh mendadak dikejutkan dengan
kemunculan Hermawan di luar pagar rumah, tepatnya di bawah pohon rindang
pinggiran jalan.
Saat tahu Joko memandangnya, Hermawan langsung bersembunyi di
balik pohon tersebut.
Tanpa berpamitan ataupun memberitahu yang lain Joko bangkit
beranjak menuju lokasi Hermawan.
Dibawa pohon rindang tersebut Joko celingukan mencari keberadaan
Hermawan, tapi tidak ada siapa pun.
Joko yakin jika tidak salah lihat. Jelas sekali kalau jaket
yang dikenakan adalah milik Hermawan.
“Kamu mencari siapa, Joko?” tanya Bagas saat melihatnya
kembali duduk dengan bingung.
Joko hanya menggeleng tanpa memberitahukan. Dirasa cukup
mendapat penjelasan mereka pun berpamitan. Sempat orang tua Hermawan menawarkan
agar mereka menginap saja, tapi mereka menolak.
****
Sore menjelang senja.
Mereka nikmati pemandangan sepanjang perjalanan. Ketika asyik
menikmati panorama pegunungan Bagas dikejutkan dengan tepukan Joko yang
menyuruhnya berhenti.
Joko seperti melihat Hermawan duduk di barak tepian jalan.
Memang ada beberapa barak sepanjang tepian jalan desa yang
mungkin dibuat berjualan hasil bumi oleh pemiliknya.
Joko turun sendirian untuk melihat sekitar lokasi dan
lagi-lagi dia tidak menemukan siapa pun di sana.
Ketika ditanya oleh Bagas, Joko pun memberitahukan tentang
sosok yang dilihat. Joko juga memberitahu jika melihat Hermawan ketika berada
di rumah orang tuanya tadi.
Bagas tidak lagi bertanya apa pun alu menyuruh Joko naik
untuk melanjutkan lagi perjalanan.
****
Setelah bersantai di
beberapa tempat.
Selepas isya mereka tiba di lokasi yang dijadikan tujuan
menginap. Mereka langsung mencari penginapan untuk melepas lelah, namun sebelum
melakukan pencarian mereka dikejutkan dengan kemunculan Hermawan di depan
sebuah penginapan.
Hermawan memanggil mereka serta melambaikan tangan.
Segera saja Bagas berbelok lalu parkir di depan penginapan
tersebut.
Rupanya Hermawan sudah menginap di sana selama dikejar-kejar
para penagih.
Setelah membersihkan badan, Hermawan mengajak mereka keluar
untuk bersantai menenangkan pikiran.
Hermawan akan menjelaskan tentang semua termasuk hubungan
dengan orang tua dan saudaranya yang sedang tidak baik.
Dengan berboncengan tiga mereka pun keluar.
Sesuai arah Hermawan menghentikan motor dan mengajak mereka
turun ketika tiba di lokasi perbukitan. Sungguh suasana yang sangat adem.
Terlihat di kejauhan lampu berkelip warna-warni di setiap
sudut sekitar. Sayangnya, cuaca agak mendung sehingga tidak tampak bulan
ataupun bintang.
Di antara sebuah batu besar Hermawan mengajak mereka sambil
berbincang.
Hermawan mulai menuturkan penyesalannya yang terlibat
perjudian selama ini. Dia terpengaruh gelimang harta dari menang judi sehingga
menjadi kacau kehidupannya.
Yang dirasa paling disesali adalah keputusan untuk menjauhi
orang tuanya.
Dengan suara bergetar Hermawan meminta pada Bagas dan Joko
agar mau kembali ke orang tua bersama Hermawan untuk menjadi saksi permintaan
maaf.
Tampak pula Hermawan menyerahkan catatan hutang-hutangnya.
Selama ini Hermawan selalu dikejar rasa bersalah dan rasa
rindu. Dia juga merasa tidak tenang dengan besaran hutang yang semakin hari
kian menumpuk dan makin berlipat.
“Ayahmu sudah siap menjual rumah Wan, jika kamu
membutuhkannya,” ucap Joko.
Tiba-tiba kabut mengaburkan kelap-kelip lampu dari kejauhan.
Gerimis tipis membuat mereka bangkit lalu kembali.
Sebelum pulang mereka sempatkan diri mampir di sebuah warung
kopi dan makan malam.
Setiba di penginapan hujan turun dengan deras.
****
Seiring azan subuh yang
masih terdengar.
Joko tersentak saat terdengar pintu digedor oleh seseorang
sambil berteriak.
Dok! Dok! Dok!
Rupanya ada beberapa warga yang langsung menginterogasinya
karena penginapan tersebut sudah lama kosong.
“Apa?”
Warga khawatir jika dijadikan tempat mesum, tapi saat
mendengar cerita Joko dan Bagas mereka menjadi bergidik ditambah lagi tidak ada
Hermawan berada di dalam. Bukan hanya kamar yang dipenuhi sarang laba-laba,
ruangan juga terlihat kotor tidak terawat.
****
Joko dan Bagas semakin
terkejut ketika sampai di kos.
Keadaan dalam kondisi sangat ramai. Tampak pula beberapa
anggota kepolisian berada di sana.
Ternyata Hermawan telah bunuh diri dan jasadnya ditemukan di kamar.
Hermawan gantung diri dengan kain sarung.
Suara keras yang didengar dari kamar Hermawan adalah jasad Hermawan
yang terjatuh dari gantungan. Peristiwa di kos itu pun ditetapkan sebagai kasus
murni bunuh diri.
Setelah diperiksa sebagai saksi, Bagas dan Joko kembali
menemui orang tua Hermawan tepat di malam ketiga dari kematian Hermawan. Mereka
menyerahkan catatan hutang piutang yang diberikan oleh Hermawan ketika berada
di penginapan di malam misteri kala itu.
Pada akhirnya orang tua harus menepati janji yakni akan
menjual rumah untuk melunasi semua hutang Hermawan. Dari kejadian tersebut
beberapa pos perjudian terutama yang menyangkut terseretnya Hermawan diamankan
oleh pihak berwajib.
Memang judi adalah cara curang yang membuat para pelakunya
merugi di dunia dan di akhirat.
Hanya dengan pergaulan yang cermat dan iman yang kuat
seseorang akan mampu menepis godaan perjudian dalam bentuk apa pun.
SELESAI
PILIH CERITA YANG MAU KAMU BACA: KLIK DI SINI
No comments:
Post a Comment