Dukung SayaDukung Pakde Noto di Trakteer

[Latest News][6]

abu nawas
abunawas
berbayar
cerkak
cerpen
digenjot
gay
hombreng
horor
hot
humor
informasi
LGBT
mesum
misteri
Novel
panas
puasa
thriller

Labels

MISTERI SULIKAH EPISODE 4

 AKHIR PERJALANAN HIDUP (EPISODE TERAKHIR)



Dalam keadaan panik dan suasana yang nyala padam Sri segera meninggalkan tempat itu untuk menuju kamar.

Suatu hal menegangkan terjadi di malam itu, sebelum Sri beranjak ke kamar, pandangannya mengarah pada sosok Sugiyem. Pembantu itu memasang wajahnya kembali, dan terlihat wajah itu berubah menjadi perempuan yang kala itu menggendong Sulikah sewaktu mereka berhenti di sebuah gubuk geribik, raut muka yang masih tersimpan di dalam benak Yadi maupun Sri.

Sosok tersebut lalu menghilang, disusul dengan Diah yang ada di kamar berhenti menangis.

Yadi yang tersadar lantas mengikuti istrinya berlari menuju kamar, dan mereka tidak melihat Diah pada tempatnya.

“Tidak!”

 “Anakku.”

Di saat itulah muncul Sugiyem yang kembali datang.

“Apa yang terjadi?” tanya Sugiyem penuh keheranan.

“Di mana anakku. Hu hu hu.”

“Di mana anakku!” bentak Sri kepada Sugiyem.

“Kembalikan anakku!”

Sugiyem yang merasa kebingungan terus membela diri. Dia berusaha meyakinkan bahwa dirinya baru pulang dari rumah Bu Eva mengantarkan apa yang disuruh Sri.

Mendengar jawaban itu Sri pun pingsan.

Kini tidak ada yang bisa dilakukan Sri dan Yadi. Mereka hanya merasa menyesal atas perbuatannya pada Sulikah, bahkan kini anak kandung mereka menjadi korbannya.

****

Tiga hari kemudian.

Hampir setiap tengah malam hantu ibu kandung Sulikah datang bersama dengan suara tangis Diah, diakhiri dengan bahak tawa sosok tersebut yang sangat menakutkan.

Setelah tiga hari gangguan selalu datang, akhirnya Yadi mulai memanggil orang pintar untuk menyelesaikan masalahnya, tapi sudah empat orang yang didatangkan, semuanya tidak mampu melawan. Mereka menyerah dengan kekuatan sosok tersebut.

Mereka akhirnya memutuskan untuk pulang kampung, berharap di kampung lebih tenang dan ada jalan keluar dari apa yang telah menimpa mereka.

****

“Apa kamu masih ingat di mana tempat kita menemukan Sulikah dulu, Mas?” Sri berucap lirih.

Yadi hanya diam. Diperhatikannya semua sepanjang pinggir jalan, tidak terlihat ada rumah di sana. Jelas sekali dalam ingatannya kalau dulu di sekitar itulah berdiri sebuah gubuk dengan temaram lampu templok.

Sri yang pernah menggendong dulu ikut memandangi tempat tersebut. Mereka hanya saling diam saja saat tidak menemukan rumah yang dicari.

Saat kembali fokus pada jalan, Yadi mengerem mobilnya secara mendadak.

Ciiiiitt!

Yadi seperti melihat Sulikah dan menabraknya.

Jelas sangat terasa kalau dia menabrak sesuatu.

“Ada apa, Mas!” Sri dengan nada gemetar.

“Tidak.” Yadi menjawab lalu turun menengok ke depan mobilnya.

Tidak ada apa pun yang tertabrak.

Kemudian dengan panik dia pandangi setiap sudut di sekeliling. Tidak ada yang tampak aneh. Semua terlihat normal, yang aneh hanya suasananya sangat sunyi. Tidak ada satu pun mobil ataupun motor yang lewat.

Yadi pun kembali masuk ke dalam mobil.

“Ada apa, Mas! Apa yang kamu lihat!” Sri yang masih penasaran kembali bertanya.

Belum sempat Yadi menjawab, mereka dikejutkan dengan kehadiran Sulikah.

“Akh!”

Sosok itu menangis sambil mengusap darah segar di betis kirinya.

Sejenak kemudian dipandangi ayah dan ibunya dengan tajam, lalu menghilang.

Blep!

Dengan hati tidak karuan, Yadi kembali melanjutkan perjalanan.

****

Yadi hampir mengalami kecelakaan beberapa kali, tapi beruntunglah semua mampu dihindari sampai tujuan.

Di rumah orang tua Sri tampak ramai. Kemudian mereka mendengarkan cerita Yadi dengan saksama.

Sementara Sri terus terisak di samping ibunya.  “Kamu telah melakukan kesalahan besar, Anakku.”

“Dan kenapa baru sekarang kalian buka rahasia tentang Sulikah?” ucap Ayah Yadi.

“Maafkan kami, Pak. Kami tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini,” ucap Yadi dengan menangis.

“Kalian telah ingkar janji dengan membuang Sulikah. Biarpun dia kurang sempurna, tetapi anak itu telah memberi kebahagiaan pada kalian. Bahkan dengan kehadirannya mampu menambah kebahagiaan dengan hadirnya Diah,” tutur ayahnya kemudian.

“Ya sudahlah, Kang. Semua sudah terlanjur terjadi. Sekarang sama-sama kita pikirkan bagaimana jalan keluar untuk masalah ini,” ucap ibunya meredam suaminya.

Di dalam kekalutan itu ayahnya Yadi kemudian menceritakan tentang sosok angker di perbatasan yakni di tempat Yadi menemukan Sulikah.

“Dari legenda yang beredar di tempat itu memang ada sosok penunggu gaib namanya dikenal luas dengan Nyi Suketi.”

“Dari kisah yang ada, diceritakan kalau hutan perbatasan itu merupakan tempat bersemadi bagi pasangan yang ingin mendapatkan momongan.”

“Namun kebanyakan hanya petaka dari Allah yang didapat.”

“Nyai Suketi sendiri dalam sejarahnya adalah seseorang istri Patih yang dalam perjalanan hidupnya dia merasa tersiksa karena ulah sang Patih.”

“Hal itu terjadi karena Nyi Suketi tidak mampu memberikan keturunan sesuai keinginan sang Patih.”
“Dari siksaan batin yang sangat kuat, dia pun ditinggal oleh suaminya yang kemudian dia berjalan tanpa arah mencari ketenangan jiwa, hingga saat tiba di sebuah hutan, dia bertemu dengan seorang Pertapa. Akhirnya ketenteraman batin mulai ditemui.”

“Sang Pertapa memberikan arahan agar menghilangkan semua jenjang dan masalah duniawi. Hingganya ia pun bertapa di tempat tersebut.”

“Tepatnya di sisi sebuah batu besar, diyakini Nyi Suketi hilang secara gaib di sana.”

“Dan kemudian seiring bergulirnya waktu, batu tersebut menjadi tempat semadi bagi siapa pun yang ingin mendapatkan momongan.”

“Dari wangsit yang selalu didapatkan, mereka pasti disuruh agar mengambil anak pupon, yakni anak yang diasuh sejak bayi dan dianggap sebagai anak sendiri, yang kemudian muncul pendapat dari masyarakat bahwa anak pupon adalah anak yang mampu memancing kehamilan dan pemikiran itu pun masih berlanjut hingga sekarang.”

****

Malam itu akhirnya mereka putuskan mencari orang pintar. Mereka akan menemui seorang dukun tersohor yang Tidak diragukan lagi kedigdayaannya, dan malam ini juga mereka berangkat ke sana,  namun hanya tiga orang saja yang berangkat yakni Yadi, dan istrinya, yang ditemani Ayah Yadi.

BAGIAN 5

Sesampainya di sana mereka duduk di teras rumah yang terlihat angker. Sambil menunggu satu pasien di dalam mereka masih duduk dalam ketegangan.

Di rumah yang jauh dari pemukiman warga,  rumah dari anyaman bambu yang cukup besar itu hanya dihuni sang dukun dan istrinya diketahui kalau anak-anak mereka telah berumah tangga dan tinggal di kota.

Setelah pasien keluar, mereka segera masuk.

Dukun memakai baju serba hitam dan jari tangannya dipenuhi akik warna-warni itu mendengarkan masalah yang diceritakan Yadi.

Begitu selesai, tanpa basa-basi sang dukun lalu mulai melakukan ritual.

“Aku mendengar suara menggema tanpa wujud.”

“Suara yang sama. Penuh kemarahan.”

Selesai ritual singkat, sang dukun kembali duduk bersila dan menghabiskan sisa kopinya yang tinggal beberapa teguk saja.

Sang dukun berucap kalau sosok hantu itu mempunyai kekuatan yang luar biasa .

“Apakah anak kami masih bisa diselamatkan, Mbah?”

“Dia sudah menunggu kita di tempat tinggalnya. Besok petang kita berangkat ke sana. Sekarang kalian pulanglah,” balas sang dukun.

Meski belum puas dengan penjelasan sang dukun, namun mereka tetap beriringan meninggalkan rumah itu.

****

Bada Ashar.

Yadi yang didampingi istri sampai di rumah Mbah Kabul, sang dukun kemarin yang mereka datangi.

Setelah menyiapkan segala keperluan mereka pun melaju memulai perjalanan.

****

Dengan mengendarai mobil, mereka tiba setelah bada Isya.

Di sekitar lokasi, Yadi dan Sri melihat dengan saksama. Mencari di mana letak persis rumah yang dijumpainya dulu.

Yadi tiba-tiba menghentikan mobilnya.

Ciitttttt!

Dia melihat seseorang yang dikenalnya ada di seberang jalan, dia adalah Fitrah, yang merupakan salah satu karyawannya di pabrik.

“Fitrah!” Yadi memanggil Fitrah yang tidak begitu jelas wajahnya.

Yadi pun mendekat. “Kamu dari mana, ha?”

Belum sempat Fitrah menjawab tiba-tiba Mbah Kabul turun dari mobil. Dia melihat Sulikah melambaikan tangan di balik semak.

Serentak semua turun dan mengikuti Mbah Kabul, termasuk Fitrah.

“Mbah, ada apa!”

Mereka melewati motor Fitrah yang terparkir di bawah pohon beringin yang besar, lalu berjalan masuk ke semak.

Fitrah hanya diam dan di benaknya dipenuhi tanda tanya.

Sampailah mereka di sebuah makam tanpa ada dua kuburan lain di sana. Makam yang masih terlihat baru dengan bunga segar di atasnya.

“Makam siapa ini, ha?”

“Apa yang kamu lakukan di sini, Fitrah?”

“Maaf, Pak. Aku tadi ke sini menguburkan seorang anak.” Fitrah berucap disusul dengan bercerita kalau makam baru itu tempat dia mengubur seorang anak. Sementara beberapa orang yang membantu termasuk Pak Modin sudah lebih dulu pulang.

Cerita itu dilanjutkan. “Beberapa hari yang lalu saya bertemu dengan seorang anak perempuan. Anak tersebut kesakitan seperti habis dianiaya.”

“Kata dokter ada pendarahan di otaknya. Sangat serius. Karena mungkin terbentur benda keras,” terang Fitrah.

“Sebelum meninggal dunia, anak itu mengajak saya ke hutan ini. Dia minta  dimakamkan di sini, Pak.”

Memang benar ucapan itu, sehari kemudian bocah malang itu meninggal dunia dan Fitrah memenuhi keinginan terakhirnya itu.

Fitra selesai bercerita, muncullah ibu kandung Sulikah. Diah anak yang berada di gendongannya menangis dengan sangat keras, sedangkan Sulikah yang digandengnya memegang muka yang masih mengeluarkan darah.

Sri yang melihat Diah berteriak-teriak histeris memanggil putri kandungnya.

“Diah, Anakku!”

“Kembalikan anakku!”

Sejenak kemudian Mbah Kabul duduk bersila, lalu menyuruh Yadi meletakkan dupa yang ditaruh di hadapannya sambil mulutnya komat-kamit.

Terdengar mobil berlalu-lalang dengan klakson ringan, tapi mereka tidak tahu apa yang sedang terjadi di balik semak hutan yang mereka lewati.

Sejurus kemudian sosok perempuan itu mulai menyerang Mbah Kabul. Dia mendekat, menyingkirkan dupa yang mulai berasap, lalu selendangnya  yang digunakan untuk menggendong Diah, dililitkan pada tubuh dukun sakti itu.

Berniat membantu, Yadi langsung terpental ke samping dan menghantam pohon bahkan hanya dengan satu kibasan tangan.

Seketika sosok itu berubah sangat menakutkan. Kepalanya terlepas dari tubuhnya, melayang-layang mendekati wajah Mbah Kabul yang terus berusaha melepaskan lilitan di tubuhnya.

“Lepaskan!”

“Lepaskan!”

“Akh!”

Tidak ada yang berani bergerak saat itu baik Sri, Fitrah, atau pun Yadi.

Beberapa saat kemudian lilitan selendang itu terlepas dari tubuh Mbah Kabul dan saat itu pula kepala sosok itu langsung menembus tubuh Mbah Kabul hingga jebol.

Des!

Jrat!

“Akh!”

Jrat!

Sungguh pemandangan yang mengerikan. Darah pun berceceran ke mana-mana.

Sang dukun pun tumbang tidak berkutik!

(Ladalah! Jare dukun sakti! Piye to, Bul, Kabul. Ha ha ha).

****

Di satu sisi, Sulikah menarik tangan Yadi dan mengajaknya. Sri menjerit-jerit memegang sang suami, sementara Yadi yang berontak dengan ajakan Sulikah membuat anak itu menjadi marah.

Sulikah pun menarik tangan Yadi hingga terlepas dari tubuhnya. Melihat kengerian itu membuat Yadi berteriak kesakitan. Tak lama kemudian tubuh Yadi ambruk.

Bruk!

Fitrah sendiri tidak bisa berbuat apa-apa. Dia kebingungan dengan semua yang dilihatnya.

Setelah Yadi tumbang dengan berlumuran darah, Sri yang ditarik secara gaib menjerit meminta ampun, hingga tanpa daya, tubuh Sri   dilemparkan.

Wuing!

Wuzz!

Bruk!

Terhantam ranting semak berduri yang membuat wajah Sri hancur!

Gerosak!

Bruk!

“Akhhhh!!”

Dengan kemarahan, sosok itu membelah tubuh Diah menjadi dua bagian.

Krat!

Jrat!

Srat!

Anak tidak berdosa itu menjadi korban keganasan sosok perempuan mengerikan itu.

Darahnya muncrat mengguyur wajah kedua orang tuanya yang berteriak histeris.

Jrat!

Cur!

“Akhhhh!”

 

Sulikah hanya diam mematung, dan masih memegang tangan Yadi yang putus.

Kemudian sosok itu tertawa hingga tidak menyangka ada gumpalan api yang mengarah padanya.

Wus!

Menembus jantung.

Blar!

Lalu menuju Sulikah.

Wus!

Yang kemudian membakar keduanya.

Blar!

Gratak!

Gratak!

Gratak!

Rupanya sebelum menutup mata, Mbah Kabul masih sempat menyingkirkan kedua hantu itu, meskipun Diah tidak tertolong. Mbah Kabul masih sempat membaca mantra dan menarik tubuh Diah untuk diubah menjadi gumpalan api yang dilepas untuk mengembalikan kedua hantu. (Amazing, Mbah Kabul. Ha ha ha.)

Lalu kemudian Mbah Kabul menutup mata untuk selama-lamanya. (Walah?).

Fitrah bangkit dari rasa gemetarnya. Dalam keremangan cahaya bulan dia melihat darah berceceran dimana-mana. Dia mendekati Yadi dan Sri yang masih berteriak histeris memegangi muka.

“Akhhh!”

“Apa kamu mengenal mereka, Fitrah?” tanya Yadi saat melihat anak buahnya itu.

Fitrah menjawab kalau sosok itu adalah budenya.

“Namanya Suwati. Dia menghilang sekitar delapan tahun yang lalu dalam keadaan hamil besar.”

“Semasa hidupnya Suwati kesulitan mendapat anak hingga dia pergi dari kampung.”

“Diyakini kalau dia melakukan ritual, yaitu melakukan semadi.”

“Pelaksanaannya hanya memakai jarit yang telah disiram dengan air ketuban tiga orang yang akan melahirkan dalam hari yang sama.”

“Suaminya adalah Mujiono, yang menganggap kalau istrinya sudah gila, lalu dia berselingkuh dengan seorang perempuan pemilik warung kopi.”

“Ketika kembali hendak mengabarkan berita kehamilannya, Suwati malah dituduh telah melakukan selingkuh dengan lelaki lain.”

“Suwati yang merasa dikecewakan suaminya berkata kalau dia akan bunuh diri, dan membuat menyesal siapa pun yang telah membuatnya tersakiti, dan itu terbukti dengan meninggalnya secara misterius.”

****

1 tahun kemudian.

Sri masuk rumah sakit jiwa karena terus berteriak tidak jelas sejak kejadian itu, begitu pun Yadi yang buntung juga mengalami depresi berat.

Keduanya harus menerima akibat dari apa yang telah diperbuat, mengingkari janji dengan menyia-nyiakan anak pupon.

Kehidupan yang seharusnya dipenuhi kebahagiaan berakhir dengan kisah tragis yang harus mereka lewati. Tuhan telah menulis kisah hidup umatnya dengan berbagai cerita.

TAMAT

PAKDE NOTO

Baca juga cerita seru lainnya di Wattpad dan Follow akun Pakde Noto @Kuswanoto3.

No comments:

Post a Comment

Start typing and press Enter to search