CERKAK DUKUN VERSI 2.0 BAB 3
DUKUN VERSI 2.0
(BAB 3)
"Kulonuwun!" (Permisi!).
"Monggo!" (Silakan!), jawab Kuswanoto.
Sugito masuk, lalu duduk di atas tikar.
"Sudah, Mbah."
"Sudah saya pasang baliho di dekat jalan besar sana," imbuhnya.
"Ha yo ngono. Opo dikiro gur caleg tok seng iso pasang baliho. Dukun yo iso, rak ngono to, Git?" (Ya begitu. Apa dikira hanya calon dewan yang bisa pasang baliho. Dukun juga bisa, bukannya begitu to, Git?).
"Leres, Mbah," (Benar, Mbah), jawab Sugito.
"Saimun wes mangkat pasang brosur. La tugasmu saiki pasang status." (Saimun sudah berangkat memasang brosur. Sekarang tugasmu pasang status).
"Status? Status apa, Mbah?"
"Kene ... kene ... lungguh nyedak kene." (Sini ... sini ... duduk dekat sini).
Sugito bangkit, sedikit menjura untuk memberi hormat atasannya.
"Lungguh," (Duduk), perintah Kuswanoto.
Kuswanoto lalu memegang kepala Sugito dengan dua tangan. "Bruss!" Meniup ubun-ubun.
"Kok disembur toh, Mbah?"
"Ben gak goblok," (Biar tidak bodoh), enteng Kuswanoto.
"Lah, Njenengan ini kok."
"Duwe HP android?" (Punya HP android?).
"Kagungan, Mbah," (Punya, Mbah), jawab Sugito.
"Duwe FB?" (Punya FB?).
"Gadah, Mbah." (Punya, Mbah).
"Satu gram?"
"Instagram, Mbah. Bukan satu gram."
"Halah! Kurang i mbek n ae tok!" (Halah! Kurang i sama n saja!).
"Wangsap?"
"WhatsApp, Mbah? Punya." Sugito langsung mengeluarkan HP dari saku celana.
"Tik Tok?"
"Tidak punya, Mbah."
"Lapo gak pasang, he?" (Kenapa tidak pasang, he?).
"Tik Tok itu apa, Mbah?"
"Alakmasa Allah, Gito ... Tik Tok kok gak weroh. Seng isine ngeneki ... ki ngeneki." (... Tik Tok saja tidak tahu, yang isinya begini ... ini begini).
Kuswanoto lalu berdiri seraya bergoyang mengikuti beberapa gerakan yang pernah dia tonton.
"Weroh?" (Tahu?).
"Oalah? Anak dan istri saya sering joget begitu, Mbah."
"Yo iku, kenopo awakmu gak oleh pasang Tik Tok, mergo bojomu wes pasang ndisikan, wedi nek konangan." (Itu sebabnya kenapaa kamu tidak boleh pasang Tik Tok, sebab istrimu sudah pasang duluan, takut kalau ketahuan).
"Twitter? Duwe ta gak?" (Twitter? Punya apa tidak?).
"Wah saya tahunya FB, Instagram, sama WA saja, Mbah."
"Ncen gak update tenan awakmu ki, Git." (Memang tidak update benar kamu ini, Git).
"Twitter ki koyok iki lo." (Twitter ini seperti ini loh). Kuswanoto juga mengeluarkan HP dari seragam dukunnya.
"Ki ... koyok iki, gambare manut emprit." (Ini ... seperti ini, gambarnya burung emprit).
"O? Sama seperti FB ya, Mbah."
"Yo ogak to. Twitter iku isine koyok iki." (Ya tidak toh. Twitter itu isinya seperti ini). Kuswanoto langsung mendekatkan layar ke hadapan Sugito. Telunjuk mulai bergerak, klik kolom pencarian, mengetik sesuatu, dan ....
"La kok isinya video bokep semua, Mbah."
Plok!
"Cangkemu! Ojok banter-banter lek muni! Ko krungu wong!" (Mulutmu! Jangan keras-keras kalau bicara! Nanti terdengar orang!).
"La memang kenyataan kok."
"Wes ... wes. Pasang status neng media sosial seng awakmu duwe ae." (Sudah ... sudah. Pasang status di media sosial yang kamu punya saja).
"Saya buat status di FB ya, Mbah. Di Wa juga."
"Tulis koyok seng neng plang ngarep omah." (Tulis seperti yang ada di plang depan rumah).
"Harus pakai versi juga, Kang. Eh, Mbah."
"Yo kudu, ben jelas. Ben do jelas nek awakku ki duk dukun kaleng-kaleng. Versine lo wes ditingkatno." (Ya harus, biar jelas kalau aku ini bukan dukun sembarangan. Versinya loh sudah ditingkatkan).
"Sebentar, Mbah. Saya ketik dulu. Eh, dikasih nomor WA apa tidak, Mbah?"
"Yo, diwei, mbok nowo onok seng kate golek tombo soko njobo Jowo." (Ya, dikasih, siapa tahu ada yang cari obat dari luar Jawa).
"Nomor WA Njenengan?"
"O gak usah, nomermu ae." (Tidak usah, nomormu saja).
"Loh kok nomorku, Mbah?"
"Awakku ki Bos Dukun, awakmu dadi anak buahku. Opo perewang , he? Awakmu ki kudu pinter golek job, pinter hubungan golek pasien. Dadi gak usah nganggo nomorku." (Aku ini Bos Dukun, kamu jadi anak buahku. Atau tukang bantu-bantu, he? Kamu ini harus pintar cari job, pintar berkomunikasi dengan pasien. Jadi tidak pakai nomorku).
"Apa takut dihack akunnya Njenengan, Mbah, kalau saya pasang di status?"
"Gak bakal iso." (Tidak bakal bisa).
"O? Akunnya dukun itu tidak bisa dihack karena sudah dipagari mantra ya, Mbah."
"Duk!" (Bukan!).
"Kok?"
"Diamano ambek verifikasi 2 jangkah. Wes dipasang kode generator, email pemulihan, nek onok arek kate ngehek, pesti konangan soko terawanganku." (Diamankan dengan verifikasi 2 langkah. Sudah dipasang kode generator, email pemulihan, kalau ada yang mau mencoba hack pasti ketahuan dari penerawangan).
"Oalah, ruwet ya, Mbah."
"Yo ncen, kudu ruwet, kata sandiku lo duowoooo, sak depo dowone." (Ya memang, harus rumit, kata sandiku juga panjang, satu depa panjangnya).
"Bukannya itu."
"La terus opo?" (Lalu apa?).
"Hidupnya Njenengan itu, ruwet."
Plok!
"Wes, dipasang gung neng status, he?" (Sudah dipasang belum di status, he?).
"Sampun, Kang. Eh, Mbah."
"Ko nek kulino Kang Noto tak hajar lo awakmu, Git!" (Nanti kalau kebiasaan Kang Noto saya hajar kamu, Git!).
"Wes kabeh gung?" (Sudah semua belum?). imbuh Kuswanoto.
"Sudah."
"A nek uwes, tugasmu mari iki goleh pengikut." (Kalau sudah, tugasmu setelah ini cari pengikut).
"Pengikut? Followers media sosial, Mbah?"
"Goblok! Nggo opo followers? Pengikut seng nyoto! Iki arane strategi pemasaran Multi Level Marketing." (Bodoh! Untuk apa followers? Pengikut yang nyata! Ini strategi pemasaran Multi Level Marketing).
"Wah, gak bakal tekan koyoke utekmu." (Wah, tidak bakal sampai otakmu sepertinya).
"Ugo diarani pemasaran berjenjang, ngono? Opo sistem pemasaran piramida." (Juga dibilang pemasaran berjenjang , begitu? Apa sistem pemasaran piramida).
Sugito mengerutkan dahi begitu dalam. "Jual produk, Mbah?"
"Yo ngono lah kiro-kiro. Awakmu kudu oleh sepuluh pasien. Ha mengko sepuluh pasien iko siji-siji ne uwong kudu iso golek sepuluh meneh pasien." (Ya seperti itulah kira-kira. Kamu harus dapat sepuluh pasien, nanti sepuluh pasien itu satu-satunya orang harus bisa mencari sepuluh pasien lagi).
"Paham gak?"
Sugito menggeleng. "Kok Njenengan paham, Mbah?"
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment